MEMANGGIL.CO – Haji Sutaat, adalah satu dari sekian orang umum yang menjadi santri bisa belajar sekaligus mengabdi di Pondok Pesantren Khozinatul Ulum Blora. Banyak cerita dari Ayah dua anak ini, yang mengaku hidupnya kian berkualitas lahir dan batin karena dekat Abah Yai Muharror Ali.
Ia mengaku saat masih bocah, belajar di sekolah umum dan sewaktu senggang ngaji di kampung dan kadang ikut di madrasah diniyah. Belajar serius agama justru ketika pemuda Sutaat berinteraksi dengan keluarga Pondok Pesantren Khozinatul Ulum Blora.
Itu dilakukan setelah pria kelahiran Blora 10 Juli 1969 ini, lulus kuliah program Diploma III jurusan Bahasa Inggris IKIP Semarang (kini bernama UNNES). Ketika itu dirinya melamar jadi guru.
Ceritanya saat menghadap Abah Yai, anak muda itu mengatakan ingin melamar sebagai tenaga pengajar. Tetapi Abah Yai, tidak langsung mengiiyakan.
Justru kabar gembira diterima secara tidak terduga. Ketika itu, Abah Yai tiba-tiba datang di rumahnya Karangjati, Blora. Tentu saja anak muda ini kaget karena rumahnya didatangi seorang tokoh dan ulama terkenal di Blora.
Singkatnya, dalam pertemuan itu dirinya diminta membantu mengajar di Madrasah Tsanawiyah Khozinatul Ulum tahun 1989. Selang beberapa tahun kemudian, tugasnya bertambah dimana dirinya direkrut mengajar di Madrasah Aliyah Khozinatul Ulum Blora
Itulah cerita awal Sutaat menjadi guru bahasa Inggris. Jadi kalau dihitung, Haji Sutaat sudah mengabdi di Khozinatul Ulum ini selama 34 tahun lamanya. Baginya Pondok Pesantren Khozinatul Ulum, yang didirikan tahun 1980-an itu, punya peran besar dalam mencetak kader-kader santri.
Menurutnya pesantren ini pula yang mendekatkan anak-anak muda di Blora dan sekitarnya belajar Al Quran dan Hadist.
“Jelas peran pesantren, tak bisa dipungkiri punya pengaruh besar terhadap masyarakat dan beraura positif,” terangnya pada tim Media Memanggil, ditulis Minggu (14/1/2024).
Haji Sutaat mengaku ada banyak pengalaman menarik, selama dekat dengan Abah Yai Muharor Ali. Diakui, sebelum berkecimpung di pondok, dirinya berlatar belakang umum. Tetapi begitu masuk pesantren dan tata cara kehidupannya pelan-pelan berubah.
Pola pikir Haji Sutaat pelan-pelan menjadi religius. Perubahan ini atas bimbingan Abah Yai. Hidup lebih religius di lingkungan Pondok Pesantren Khozinatul Ulum.
“Selama di Khozinatul Ulum yang paling sulit adalah belajar Al Quran,” ujarnya.
Tetapi setelah begitu dekat Abah Yai, bacaan Al Quran mulai tertata. Itu karena Abah Yai mengajar ngaji dengan detail. Bisa jadi itu karena beliau Abah Yai Muharror itu sanadnya ceto (jelas). Beliau belajar langsung dari KH Arwani Said Amin, Kerjasan, Kudus.
Selain itu, kalau Abah Yai mengajar ngaji, lisannya sangat jelas. Para santrinya diminta untuk mempratikkan. Pelan-pelan meniru apa yang disampaikan oleh beliau. Meski beberapa kali kurang tepat, tetapi berkat ketelatenan Abah Yai, murid-muridnya mulai terbiasa dan akhirnya bisa.
Yang juga diingat Haji Sutaat, awal mulai Pondok Pesantren Khozinatul Ulum berdiri, ada beberapa sikap warga yang tidak suka. Tetapi seiring dengan perjalanan waktu disambut positif.
Dikatakan Haji Sutaat, bahwa kalau ada yang tidak suka, hanya satu-dua. Nyatanya Ponpes Khozinatul Ulum, membawa manfaat dan dampak yang luar biasa di masyarakat.
“Sekarang orang telah merasakan. Justru jika ada yang berkometer, pasti akan berucap matur nuwun dengan kehadiran pesantren,” katanya.
Karena jelas, pesantren banyak memberikan karakter pada santri-santriwati dan lingkungan. Mulai dari soal akhlak dan sopan santun, juga pengembangan ilmiah dan lingkungan yang lebih religius.
Yang juga patut disyukuri khususnya warga Blora, jika ada orang tua ingin memondokkan anak-anaknya tidak perlu jauh-jauh harus ke Rembang, Pati, Kudus atau yang lebih jauh lagi. Karena di Blora juga sudah ada Ponpes Khozinatul Ulum yang juga sangat kompeten.
Misalnya dalam bidang menghafal Al Quran atau sekolah diniyah. Juga dalam hal ini dari sisi akhlak, sisi pengetahun, serta penghafalan, sudah ada di pesantren dengan kualitas yang tidak diragukan.
Selain itu, berkembangnya perekonomian di sekitar pesantren. Karena dengan begitu banyaknya santri-santriwati yang mondok, tentu butuh segala sesuatu. Ada muncul banyak warung, juga tumbuhnya Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di sekitar pesantren. Tentu saja ini berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat sekitarnya.
Menurut Haji Sutaat, bahwa Abah Yai itu sebagai seorang penyabar tapi disiplin dan sangat toleran. Misalnya cara beliau bertetangga itu luar biasa.
“Kalau ada tetangga yang punya hajatan, disempatkan beliau untuk rawuh alias datang meski saat itu tengah sibuk,” ungkapnya.
Atau juga ada tetangganya meninggal, lanjut Haji Sutaat, Abah Yai mengupayakan untuk hormat takziah. Artinya bahwa Abah Yai itu seorang tokoh yang lengkap. Tak hanya membimbing dan bersinggungan dengan misalnya orang punya pangkat dan kedudukan, tetapi juga tetap berinteraksi ke masyarakat.
Karena bagi Abah Yai, bersilaturahmi itu adalah sebuah prinsip dasar dengan tanpa memandang kelas di masyarakat. Yang juga patut diteladani, Abah Yai itu berjuang dengan gigih dan konsisten berjuang membesarkan pondok, dari kecil hingga besar seperti sekarang ini.
Haji Sutaat teringat, ketika awal di pesantren baru ada masjid, kemudian ndalem (rumah) Abah Yai dan satu pondok satu petak. Dirinya juga kerap diberi pesan, jika ingin meniru apa yang diperjuangkan, maka Insya Allah akan sukses.
“Sukses itu, tentu harus diiringi dengan ikhtiar yang terus menerus tanpa kenal bosan. Belajar, mengaji, disiplin dalam berbagai hal. Sikap itulah yang diminta untuk ditiru dan diikuti para santri-santriwati di Pondok Pesantren Khozinatul Ulum,” ujarnya.
Dicontohkan bagaimana Abah Yai memotivasi para santrinya. Tidak hanya lisan tapi juga mempraktikkan. Dalam keseharian misalnya, jika ada deresan (membaca) Al Quran, Abah Yai tidak hanya menyimak tetapi beliau juga membaca.
Intinya Abah Yai itu bangga dan senang, jika para murid-muridnya rajin nderes Al Quran. Beliau juga rela menyiapkan minum, makanan saat santri-santrinya menghafal Al Quran.
Yang terkesan dari Abah Yai, dimana selalu membimbing dalam segala hal. Haji Sutaat mengaku beruntung bisa bertemu dan berada di lingkungan pesantren.
Haji Sutaat juga menganggap Abah Yai guru dalam segala hal. Guru di bidang agama, guru di bidang politik, dan guru dalam bidang pembentukan karakter seorang Muslim. Beliau guru sekaligus sebagai orang tua sendiri.
Kini masa pengabdian Haji Sutaat di Pondok Pesantren Khozinatul Ulum yang lumayan lama, keberhasilnya mulai bisa dipetik. Abah Yai juga telah memberinya tanggung jawab sebagai Kepala Madrasah Aliyah Khozinatul Ulum, Blora.
Jabatan lain, Haji Sutaat saat ini tercatat sebagai Ketua Baznas Kabupaten Blora, juga Ketua Takmir Masjid Nurul Huda Blora. Serta Haji Sutaat juga sukses mendidik dua anaknya, yang sukses dijalur pendidikan dan berkarier di pemerintahan.
Untuk diketahui, sekilas cerita tentang Haji Sutaat ini telah dibukukan dalam buku berjudul “Ngaji Bareng Abah Yai Muharror Ali” yang kini tersedia di Pondok Pesantren Khozinatul Ulum Blora.