Kang Galih Ajak Masyarakat Rancakalong Jaga dan Rawat Budaya dan Tradisi di Tengah Modernisasi

Caleg DPR RI Dapil Jawa Barat IX, Galih Dimuntur Kartasasmita mengajak masyarakat Rancakalong Sumedang untuk menjaga sekaligus merawat adat dan tradisi. (Jabar Memanggil/Tafrichul Fuady)

JABAR MEMANGGIL - Calon Anggota Legislatif (Caleg) DPR RI Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Barat IX, Galih Dimuntur Kartasasmita mengajak masyarakat Rancakalong Sumedang untuk menjaga sekaligus merawat adat dan tradisi yang ada.

Hal itu disampaikan Galih saat melalukan kunjungan kampanyenya di Desa Pasirbiru dan Sukahayu, Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang, pada Minggu (7/1/2024).

Baca juga: Penguatan Wawasan Kebangsaan Jurnalis, IJTI dan Lemhannas Teken MoU

Menurut Galih, Rancakalong adalah daerah para seniman di Sumedang. Dari 90-an kesenian khas daerah Sumedang hampir 34 jenis kesenian berada dan berasal dari Rancakalong.

"Rancakalong itu banyak senimannya. Karena daerah ini merupakan tempat hijrah dan sembunyi seniman saat pemerintahan Prabu Geusan Ulun sebagai pewaris kerajaan Pajajaran dengan Sumedang Larang," jelas Galih.

Lebih lanjut, Galih mengatakan bahwa banyak sekali tradisi dan budaya yang ada di Rancakalong untuk dijaga dan dilestarikan keberadaannya di tengah arus modernisasi yang menggempur masyarakat.

Baca juga: 350 Driver Ojek Online Dapat Pelayanan Pemeriksaan Gratis

"Saya mengajak kepada masyarakat Rancakalong untuk menjaga dan merawat setiap tradisi dan budaya yang ada di Rancakalong di tengah arus globalisasi yang ada," terangnya.

Tradisi dan adat yang perlu dijaga dan dirawat dan menjadi ikon Rancakalong adalah adat ritual yang ngalaksa. Ngalaksa, kata Galih merupakan upacara membuat suatu makanan dari tepung padi (laksa) dengan bumbu garam, kelapa, kapur sirih yang diaduk dan dibungkus daun congkok lalu direbus memakai air daun combrang.

Saat pengolahan menjadi makanan itu, masih kata Galih, digelar juga kesenian jentreng dan ngekngek atau lebih dikenal dengan Tarawangsa. Saat tarawangsa mengalukan bunyi mistis yang walaupun hanya instrumen bunyi kecapi khas berbunyi jentreng dan sebuah rebab yang bunyinya ngek tapi penari yang mengikuti irama itu seperti tersihir.

Baca juga: HUT Bhayangkara ke-79 Polres Sumedang Tanam Seribu Bibit Pohon

"Hal seperti ini yang harus dijaga, dirawat, dan dilestarikan. Jangan sampai, tradisi seperti ini hilang ditelan oleh zaman. Apalagi di tengah perkembangan teknologi yang begitu pesat," pungkasnya.

Penulis : Tafrichul Fuady

Peristiwa
Berita Populer
Berita Terbaru