JABAR MEMANGGIL– Di tengah derasnya arus digital, saat anak-anak lebih akrab dengan gawai dibandingkan buku, Perpustakaan Kait Plus di Kampung Seuseupan, Desa Bendungan, Ciawi, Kabupaten Bogor, hadir sebagai ruang alternatif untuk menumbuhkan budaya baca.
Sejak 2006, perpustakaan yang dikelola Sitta Alia di bawah Yayasan Alang-Alang ini konsisten menjaga semangat literasi masyarakat. Berawal dari ruang sederhana, kini koleksi perpustakaan sudah mencapai lebih dari 5.200 buku, ditambah koleksi digital, museum mini, serta berbagai permainan edukatif.
“Perpustakaan ini harus menjadi tempat di mana siapa pun merasa diterima, hangat, sekaligus terdorong untuk terus belajar,” ujar Sitta.
Meski koleksi terus bertambah, tantangan terbesarnya tetap rendahnya minat baca. Untuk menjawab hal itu, setiap pekan digelar kegiatan kreatif seperti Minggu Seru. Anak-anak diajak mendengarkan dongeng, bernyanyi, bermain ice breaking, hingga melukis dengan teknik finger painting.
Tak hanya warga sekitar, pengunjung juga datang dari daerah lain seperti Cipayung dan Cicurug. Mereka belajar bukan hanya membaca, tetapi juga nilai-nilai kehidupan: berbagi, menunggu giliran, hingga bertanggung jawab.
Perpustakaan ini pun menjadi ruang lintas generasi. Anak SD bisa belajar bersama kakak SMP atau SMA, bahkan orang tua dilibatkan agar budaya membaca terbawa ke rumah.
“Jumlah pengunjung yang benar-benar datang hanya untuk membaca memang belum banyak. Tapi saya percaya, konsistensi adalah kunci menjaga semangat literasi,” tambah Sitta. Ia berharap dukungan pemerintah desa semakin kuat agar literasi bisa merata hingga ke sekolah, pedesaan, bahkan fasilitas kesehatan.
Putri, relawan yang sudah setahun mendampingi kegiatan di perpustakaan, menilai literasi bukan hanya soal pendidikan, tetapi juga bekal dalam berkomunikasi. “Meski anak-anak sering lebih tertarik dengan gawai, kami berusaha mengenalkan cinta pada buku dengan cara yang menyenangkan. Harapannya, semakin banyak pojok baca sehingga akses literasi makin mudah,” ungkap Putri.
Semangat membaca juga dirasakan langsung oleh anak-anak. Alin, misalnya, gemar membaca buku bertema alam, sementara Kekey lebih suka novel karya Tere Liye. “Kami betah di sini, bukunya banyak dan tempatnya nyaman. Semoga koleksi terus bertambah dan makin banyak teman yang mau membaca,” kata mereka.
Di antara rak buku dan tawa anak-anak, Perpustakaan Kait Plus terus tumbuh sebagai ruang literasi. Sitta percaya, lewat buku, masa depan dapat dibangun lebih cerdas sekaligus lebih peduli.