JABAR MEMANGGIL- Lima pemuda asal Kecamatan Parungkuda, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat yang tergabung dalam kelompok Indonesia Wahana Argikultur Natural (IWAN), berhasil menepis anggapan bahwa pertanian adalah sektor yang tidak menarik bagi kaum muda. Mereka baru saja sukses menggelar panen perdana cabai dengan hasil memuaskan, bahkan di tengah tantangan cuaca ekstrem.
Keberhasilan lima pemuda ini membuktikan bahwa pertanian merupakan lahan menjanjikan, sesuai dengan motivasi utama mereka yakni menjadi pemuda produktif.
Baca juga: Kejari Sumedang Kembali Selamatkan Keuangan Daerah 1,6 Miliar
“Cita-cita dan harapan kami berlima, ingin sukses di pertanian di kemudian hari supaya bisa membuka lapangan pekerjaan untuk teman-teman kami yang belum produktif,” ujar Gery Dwi Samudra (24) saat panen Cabai di wilayah Parungkuda, Senin (27/10/2025).
Keberhasilan mereka tidak didapat secara instan. Sebelum memulai, Gery menjelaskan bahwa kelima pemuda ini kompak mengikuti Bimbingan Teknis (Bimtek) untuk mendalami ilmu pertanian.
“Kami berlima itu sebelum melakukan pertanian ini mengikuti Bimtek yang di mana diajarkan dengan karakter tanaman, karakter tanah, SOP, serta dataran MDPL. Tujuannya untuk meminimalisir kematian atau kerugian gagal panen,” jelasnya.
Proses dari Bimtek hingga panen perdana ini memakan waktu kurang lebih lima bulan. Tantangan terbesar datang dari persiapan lahan. Mereka harus bekerja keras selama satu bulan penuh untuk mempersiapkan tanah litosol ke andosol yang berbatu dan merupakan bekas proyek kandang ayam.
“Pembukaan lahan itu 1 bulan. Karena ini tanahnya kan litosol ke andosol yang cukup sulit. Karena ada bebatuan dan bata-bata bekas proyek ayam. Kami harus membongkar bata-bata itu kemudian kami jadikan lahan pertanian,” kata Gery.
Setelah melalui semua proses tersebut, hasilnya membuat mereka bangga. "Alhamdulillah kita merasakan kebahagiaan semuanya karena hasilnya sangat baik dan sangat melimpah hasil panennya. Hasilnya memuaskan," tegas Gery.
Sementara Daifa Fadilah (34) menambahkan bahwa keputusan untuk beralih ke pertanian organik didorong oleh rasa keprihatinan terhadap diri sendiri.
Baca juga: Tim SAR Gabungan Temukan Korban Yang Terseret Perairan Pantai Pengrerekan
“Kami prihatin pada diri sendiri yang mempunyai sifat pragmatis, materialistis, dan konsumtif. Setelah kami mengikuti Bimtek, kami ingin melakukan pertanian secara organik. Sehingga kami bisa berproduktif dan tidak lagi mempunyai sifat-sifat tersebut,” kata Daifa.
Mereka sengaja memilih menanam cabai karena harganya yang fluktuatif, dan umumnya petani enggan menanam di cuaca tak menentu. Namun, hal itu tidak menjadi masalah bagi kelima Pemuda karena mereka mengandalkan metode organik.
“Kami menggunakan pupuk organik pertumbuhan, pembuahan, dan pestisida yang dapat menunjang hasil serta kuantitas dan kualitas penanaman kami,” ungkap Daifa.
Pada panen perdana ini, mereka berhasil mendapatkan hasil yang signifikan. Untuk cabai caplak, dari 4.000 pohon, diperkirakan menghasilkan 200 hingga 300 kilogram. Sementara untuk cabai jenis lainnya, mereka memperkirakan panen 50 hingga 100 kilogram.
Baca juga: Hari Santri, Lola Kunjungi Pondok Pesantren Zawiyah Garut
Menurut Daifa, kesuksesan ini juga didukung oleh manajemen tim yang baik. "Di sini kami berlima mempunyai tanggung jawab masing-masing sesuai SOP yang berdasarkan buku panduan yang kami buat," katanya.
Rencananya, hasil panen ini akan dijual langsung kepada ibu-ibu rumah tangga.
Editor : Husni Nursyaf