JABAR MEMANGGIL - ABC Buka Suara terkait Rancangan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD Tahun Anggaran 2026 Kabupaten Cianjur memunculkan sorotan tajam terhadap kinerja Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang dinilai masih menjadi beban fiskal.
Dalam dokumen tersebut, sektor pendapatan daerah masih terkesan normatif dan belum menunjukkan langkah inovatif, khususnya dalam optimalisasi pendapatan dari kekayaan daerah yang dipisahkan.
Pada sektor pendapatan, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) mencantumkan implementasi UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Daerah (HKPD), pelaksanaan Perda Nomor 17 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, penguatan digitalisasi pajak, pemutakhiran objek pajak, serta koordinasi lintas pemerintah. Meski penting, langkah ini dinilai belum menyentuh strategi nyata dalam menggali potensi emas PAD dari BUMD.
Empat BUMD Cianjur, Perumdam Tirta Mukti, PT BPR Cianjur Jabar, LKM Ahlakul Karimah, dan PT Cianjur Sugih Mukti, dinilai belum diberi target kinerja konkret. Akibatnya, mereka cenderung menikmati penyertaan modal tanpa dorongan kuat untuk berinovasi atau memberikan kontribusi signifikan melalui dividen dan pajak.
Kondisi Keuangan BUMD Memprihatinkan
Data Laporan Keuangan 2023 menunjukkan kinerja BUMD yang belum optimal:
Perumdam Tirta Mukti menerima penyertaan modal Rp 6,8 miliar, namun laba bersih hanya Rp 1,5 miliar.
BPR Cianjur Jabar memiliki saldo kas akhir 2023 sebesar Rp 1,9 miliar, jauh dari standar kesehatan perbankan.
LKM Ahlakul Karimah hanya mencatat kas Rp 1 miliar, menunjukkan stagnasi usaha.
PT Cianjur Sugih Mukti bahkan mencatat saldo kas minus Rp 3,8 miliar, memunculkan pertanyaan soal akuntabilitas.
Kondisi ini menjadi sinyal bagi Bupati sebagai pemilik BUMD untuk mengambil langkah tegas. BUMD harus menjadi mesin penggerak PAD, bukan sekadar penampung modal. Tanpa target, evaluasi ketat, dan tata kelola profesional, potensi besar dari kekayaan daerah akan terus terbuang.
Koordinator Aliansi BEM Cianjur, Fauzi Rohmat, menegaskan bahwa situasi ini adalah bentuk lemahnya keberpihakan Pemda terhadap pengelolaan aset publik.
“BUMD itu bukan anak manja yang hanya diberi modal lalu dibiarkan tidur nyenyak. Mereka adalah badan usaha yang seharusnya punya target jelas, transparan, dan terukur. Kalau kinerjanya buruk, harus ada sanksi, bahkan evaluasi direksi. Pemuda dan mahasiswa menuntut agar APBD benar-benar berpihak pada kepentingan rakyat, bukan sekadar memenuhi formalitas administrasi,” tegas Fauzi.
Fauzi juga menyerukan agar Pemda tidak hanya bersembunyi di balik retorika digitalisasi dan aturan normatif.
“Kalau hanya begitu, kita akan kehilangan momentum untuk memajukan Cianjur. BUMD harus dipacu jadi sumber PAD utama, atau kalau tidak, ganti saja dengan manajemen yang punya visi jelas,” pungkasnya. (Muchlis Bachtiar)