JATENG MEMANGGIL- Siapa sangka, dari balik kesibukan kuliah dan bekerja sebagai pramuniaga di Toserba Margo Mulyo Boja, seorang gadis muda asal Dusun Kemiri Ciut, Singorojo, menorehkan prestasi di panggung sastra Kabupaten Kendal. Ia adalah Intan Tika Sari (23), peraih Juara I Kendal Cerpen Award (KCA) 2025 lewat karyanya berjudul “Empat Jam Api di Boja".
Dengan naskah bertema sejarah lokal yang diangkat dari peristiwa Bumi Hangus Boja tahun 1947, Intan berhasil memikat hati dewan juri dan mengungguli 16 peserta lain dari berbagai kecamatan. Tak tanggung-tanggung, hadiah utama yang dibawa pulang bukan piala besar, melainkan seekor kambing betina peranakan Etawa, lengkap dengan plakat, piagam, dan paket buku.
Baca juga: Meriahkan HUT RI ke-80, IRKA Ngampel Kulon Gelar Pentas Wayang Kulit
“Sama sekali gak nyangka bisa juara. Saya kirim naskahnya di hari terakhir, niatnya cuma pengin ikut buat pengalaman,” kata Intan melalui pres rilisnya secara tertulis, Senin (27/10/2025).
Lucunya, hadiah “tak biasa” itu justru membuatnya semakin bersemangat. Sebab, ayahnya memang seorang peternak kambing.
“Bapak punya delapan kambing di rumah. Jadi nanti yang Etawa ini sekalian ikut diingoni bapak,” katanya, tertawa lepas.
Dari Cerita Guru ke Lembaran Sejarah
Inspirasi cerpen “Empat Jam Api di Boja” berawal dari kisah guru sejarahnya di SMA tentang perlawanan rakyat Boja saat Agresi Militer Belanda II. Sejak itu, Intan mulai membaca berbagai artikel dan jurnal sejarah untuk menulis ulang peristiwa itu dalam bentuk cerita pendek.
"Motivasi saya sederhana, biar orang Boja tahu, di tempat mereka ada sejarah besar yang pernah terjadi,” ujar mahasiswi Universitas Terbuka jurusan Ekonomi Pembangunan itu.
Karya Intan dinilai dewan juri sebagai cerpen sejarah yang kuat dalam riset namun tetap hangat secara naratif.
Tiga juri, Sawali Tuhusetya, Arif Fitra Kurniawan, dan Heri CS, menilai karya Intan unggul dalam kedalaman riset, konsistensi alur, dan kekuatan emosional tokoh.
Hadiah Unik, Apresiasi Asli Desa
Kendati disebut “sayembara kambing”, Kendal Cerpen Award bukan lomba biasa. Hadiah-hadiah yang diberikan terbilang unik:
Juara I: Seekor kambing Etawa betina
Juara II: Seekor cempe (anak kambing)
Juara III: Sepasang ayam
Apresiasi juri: Seekor bebek
Ketua Panitia M. Lukluk Atsmara Anjaina menjelaskan, konsep hadiah itu bukan sekadar simbol, melainkan bentuk penghargaan yang membumi.
“Kami ingin penghargaan sastra ini terasa hidup dan dekat dengan keseharian masyarakat Kendal. Di sini, hadiah kambing justru membawa makna filosofis: tumbuh, beranak, dan terus berlanjut seperti tradisi literasi,” ujar Lukluk, yang juga Sekretaris Pelataran Sastra Kaliwungu.
Menurutnya, KCA 2025 menjadi sayembara keempat dengan peserta terbanyak sejauh ini. Ia juga menegaskan akan ada coaching clinic lanjutan agar karya para peserta bisa diterbitkan dalam buku antologi cerpen Kendal.
Tonggak Lahirnya Cerpenis Muda Kendal
Dewan juri Sawali Tuhusetya, yang juga dikenal sebagai cerpenis senior Kendal, menyebut 17 naskah yang masuk tahun ini sebagai “tonggak kelahiran cerpenis muda Kendal”.
"Angka 17 ini bukan kebetulan. Ia menjadi titik awal lahirnya generasi baru penulis yang berani dan ‘liar’ dalam bereksperimen,” ujarnya.
Sawali menambahkan, di tengah era digital yang serba cepat, keberanian anak muda menulis cerpen merupakan bentuk perlawanan terhadap budaya instan. “Mereka adalah penjaga peradaban kecil di daerahnya,” tandasnya.
Baca juga: Kirab Budaya Desa Pekuncen, Ratusan Warga Berebut Gunungan Hasil Bumi, Cari Keberkahan
Rangkaian Seni Budaya Kalireyeng
Puncak penganugerahan yang digelar di Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kalireyeng, Kebondalem, tak hanya menjadi ajang penghargaan sastra, tetapi juga perayaan seni budaya. Anak-anak dari TBM GenZi dan Kelompok Bermain Warna Pelangi menampilkan tarian, barongan, geguritan, macapat, hingga baca puisi dalam acara bertajuk “Bright Future: Aku Suka dan Aku Bisa".
Ketua TBM GenZi, Khalyun Dwi Kusumaningrum, berharap kegiatan ini menjadi ruang tumbuh bagi generasi muda. “Kami ingin anak-anak berani tampil, berkarya, dan percaya diri lewat seni dan literasi,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinarpus Kendal, Wahyu Yusuf Akhmadi, memberikan apresiasi tinggi terhadap gelaran ini. “Kendal Cerpen Award bukan sekadar lomba. Ia bagian dari literasi budaya, wujud nyata gotong royong antara komunitas, seniman, dan masyarakat,” ujarnya.
Dari Lereng Medini, Nyala Sastra Tak Padam
Empat tahun berjalan, Kendal Cerpen Award kini telah menjadi ikon sastra lokal yang ditunggu-tunggu. Diselenggarakan secara gotong royong oleh Komunitas Lerengmedini (KLM) Boja, Sangkar Arah Pustaka Kangkung, Pelataran Sastra Kaliwungu (PSK), dan Jarak Dekat Art Production, ajang ini membuktikan bahwa literasi bukan milik kota besar saja.
Dari lereng Medini, dari tangan-tangan muda yang menulis di sela kerja dan kuliah, nyala sastra Kendal terus hidup, seperti api di Boja yang menyala empat jam, tapi menginspirasi selamanya.
Editor : Zamroni