MEMANGGIL.CO - Komunitas Jaringan Gusdurian di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), menawarkan pemikiran solutif terkait ekologi lingkungan terutama di kampung-kampung perkotaan.
Adanya banjir pada Juli kemarin, disebut menjadi alarm keras bagi kesiapan prasarana kota menghadapi cuaca ekstrem.
Baca juga: Polisi Ungkap Kronologi Kebakaran Sumur Minyak di Gandu Blora yang Tewaskan 1 Orang Warga
Pernyataan ini disampaikan Mustasyar Pengurus Wilayah Nusa Tenggara Barat, Prof. Ir. H. Mansur Ma’shum, saat menjadi narasumber Podcast Bintang Dinas Kominfotik Provinsi NTB (15/8/2025).
"Air hujan tak bisa mengalir sebagaimana seharusnya, karena saluran air menyempit. Terutama akibat pendangkalan dan faktor belum berhasilnya membangun kebiasaan baik, terkait sampah. Air mengalir bersama lumpur, dengan curah hujan tinggi," tutur Profesor Ilmu Tanah tersebut.
Rektor Universitas Mataram periode 2001-2009 ini mendukung gagasan Gusdurian Kota Mataram, untuk mendorong keadilan ekologi pada kawasan kampung-kota. Selaras dengan pemikiran kekinian mengenai ekoteologi.
"Perlu kerja sama yang baik antara berbagai pihak. Untuk merawat alam, dengan memahami bahwa tanah memerlukan pepohonan, agar tak tertekan. Kawasan aliran tidak mengalami pendangkalan," urainya.
Profesor Mansur Ma'shum sempat mengurai sekilas buku tentang dirinya berjudul "Tokoh Lintas Batas" yang ditulis oleh Prof. Nuriadi Sayip dan Dr. Muhammad Tahir.
Dalam buku itu, terdapat kiprah dan pengabdian serta testimoni ragam tokoh yang menjadi sahabat, mentor, bahkan para akademisi sejawatnya.
Sementara itu, Koordinator Gusdurian Kota Mataram Muhammad F. Hafiz, menilai pemukiman perkotaan sejatinya terbagi menjadi dua karakter: kampung-kota dan kompleks perumahan modern.
Baca juga: Sumur Minyak di Blora Terbakar Saat HUT RI, 1 Orang Tewas
"Pemerintah perlu mengubah cara melihat kampung-kota. Harus ada kebijakan yang berpihak, jauh lebih dalam kepada warga kampung-kota," imbuhnya saat taping podcast.
Menurutnya, kampung-kota adalah kawasan pemukiman padat yang sudah lama berdiri. Dihuni warga dengan aktivitas ekonomi berbasis informal, dan memiliki ikatan sosial kuat.
Namun lanjutnya, kawasan ini sering luput dari prioritas pembangunan infrastruktur dasar seperti drainase, ruang terbuka hijau, dan fasilitas pengelolaan sampah.
Dirinya menegaskan, selama ini intervensi pembiayaan pembangunan dari pemerintah jauh lebih cepat dan terstruktur di kompleks perumahan modern. Sedangkan kampung-kota kerap menunggu lama atau mengandalkan swadaya.
"Perlu diingat, kampung-kota memegang peran besar dalam menyangga kehidupan kota. Dari penyediaan tenaga kerja, pasar tradisional, hingga jaringan sosial yang tangguh," ujarnya.
Pembenahan tata ruang, menempatkan kampung-kota sebagai inti kehidupan urban yang perlu dilindungi dari kerentanan ekologis, bukan sekadar residu ruang di tengah modernisasi. Perlu penguatan keadilan ekologi.
Dikatakannya, perlu ada pembenahan tata ruang perkotaan secara serius, terutama pascabanjir Mataram, pada 6 Juli 2025 lampau.
Gusdurian merupakan komunitas yang meneladani sembilan nilai utama pemikiran, karakter, dan prinsip Gus Dur yaitu ketauhidan, kemanusiaan, keadilan, kesetaraan, pembebasan, persaudaraan, kesederhanaan, kesatriaan, dan kearifan lokal atau tradisi.
Rencananya, diadakan Temu Nasional Jaringan Gusdurian (Tunas Gusdurian) pada tanggal 29 Agustus 2025 di Jakarta. Dalam ajang tersebut, dilakukan pula Konferensi Pemikiran Gusdur bertajuk "Agama sebagai etika sosial, demokrasi, supremasi sipil, dan keadilan ekologi".
Mari menjaga alam dengan penguatan terhadap keadilan ekologi, agar alam bestari, alam lestari. Mencegah katastrofe, memitigasi bencana.
Editor : Redaksi