Semarang, MEMANGGIL.CO – Ketua DPRD Jawa Tengah Sumanto mengungkapkan bahwa sistem pemilu di Indonesia masih menjadi topik perdebatan panjang, terutama terkait tingginya biaya politik yang muncul akibat kompetisi yang cukup liberal.
Pernyataan tersebut diutarakannya saat menjawab pertanyaan peserta talkshow "Optimalisasi Sistem Manajemen Antipenyuapan untuk Mewujudkan Jawa Tengah yang Berintegritas dan Kolaboratif" di Gedung Gradhika Bakti Praja Semarang, belum lama ini.
Pertanyaan yang diajukan menyoal tingginya biaya yang dikeluarkan Kepala Desa saat mendaftar Pilkades dan meminta rekomendasi bagi calon Kades serta politisi dalam kompetisi.
Sumanto menjelaskan bahwa sistem pemilu akan terus diperdebatkan karena menyangkut masalah kompetisi, yang saat ini berjalan dengan skema yang liberal.
"Kalau kompetisi berarti liberal. Peraturan kita sebenarnya liberal, termasuk Pilkada dan Pileg. Ini yang menjadi permasalahan," katanya.
Ia menambahkan, penerapan sistem proporsional tertutup dan terbuka juga pernah menjadi perdebatan. Dengan sistem proporsional terbuka yang berlaku saat ini, politisi dengan dukungan finansial tinggi lebih berpeluang menang.
"Sejak tahun 2009, UU kita tentang Pilkada, Pileg, Pilpres sudah pure liberal. Perdebatannya antara transparansi dan biaya yang besar," paparnya.
Terkait Pilkades, Sumanto menyatakan bahwa masalah yang muncul lebih bersifat budaya masyarakat. Meskipun sekarang menggunakan sistem pilihan langsung, ia mengingatkan bahwa zaman dulu Pilkades lebih ditentukan oleh jumlah pendukung yang berdiri di belakang calon.
Sumanto menegaskan bahwa para calon dan politisi daerah hanya menjadi pelaku dalam sistem yang kebijakannya ditentukan di pusat. Ia berharap Pancasila dan UUD 1945 menjadi rujukan utama agar tidak terjadi praktik politik berbiaya mahal.
"Kalau biayanya mahal, kami juga yang susah. Perlu penyempurnaan ke depan mencari sistem yang paling cocok," ujarnya. (ADV)
Editor : B. Wibowo