Kudus, MEMANGGIL.CO – Kepedulian Sri Setuni, warga RT 3, RW 2, Desa Jati Kulon, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah terhadap pengolahan sampah dilatarbelakangi musibah banjir 2006 di sekitar rumahnya. Kini, ia memproduksi berbagai kerajinan tangan dari olahan sampah.
Kala itu kediamannya dipenuhi oleh lumpur akibat banjir. Alhasil, ia termotivasi untuk mengelola sampah di Desa Jati Kulon. Kesadaran untuk mengingatkan masyarakat agar tidak membuang sampah sembarangan juga dilakukannya.
”Saya pasang banner berisi imbauan bertuliskan yen kaline resik uripe becik. Sebagai ajakan untuk merawat alam dari hal sederhana,” jelasnya.
Pada tahun 2012, ia mulai mencoba untuk mengelola sampah anorganik. Ia menyulap sampah anorganik agar memiliki nilai jual. Langkah itu sebagai inovasi untuk mengurangi permasalahan sampah.
Ia memanfaatkan berbagai bungkus makanan untuk dijadikan barang bernilai guna. Di antaranya produk kopi, tas, gantungan kunci, bros, tikar, tas, dan dompet.
Selain itu ada tempat tisu, sepatu, sofa, meja, kursi, baju daur ulang dan pot bunga. Ia juga membuat hiasan dinding, tas punggung dan tas laundry.
Perjuangannya membuat kerajinan dari sampah tidaklah mudah. Sri Setuni harus mengumpulkan sampah bungkus plastik. Ia mencari bungkus kopi, bungkus pewangi pakaian, bungkus cuci piring dan lainnya untuk diolah menjadi barang kerajinan tangan.
”Untuk bungkus kemasan pewangi pakaian saya membayar Rp 3 ribu per kilogramnya,” sambungnya.
Kemudian untuk membeli bungkus kopi, ia membayar Rp 2 ribu per 1 bungkus. Bungkus kopi tersebut juga harus dipotong bagian atas dan bawahnya agar lebih rapi.
Perempuan berusia 44 tahun itu juga membeli bungkus minyak goreng seharga Rp 1500 per kilogramnya. Upaya yang dilakukannya itu semata-mata untuk mengurangi permasalahan sampah.
”Saya cari bungkus tersebut di TPS-TPS. Selain itu juga membeli di angkringan,” terangnya.
Saat ini pihaknya memiliki ratusan produk di rumahnya. Ia menjual produknya itu secara online maupun offline. Penjualan produk kerajinan olahan sampah itu dimulai pada 2014 silam. Harganya dimulai dari Rp 3 ribu hingga Rp 2,5 juta.
Penjualan produk kerajinan buatannya itu dijual ke Kudus, Gresik, Tangerang, Jakarta, Medan dan daerah lainnya di luar Pulau Jawa.
”Pembuatan kerajinan tangan buatannya itu setidaknya dapat mengurangi 50 kilogram sampah per bulannya,” ujarnya.
Sri Setuni yang juga sebagai Manajer Pengelolaan Sampah TPS Jati Kulon berkolaborasi dengan Bakti Lingkungan Djarum Foundation (BLDF) melalui program Kudus Asik. Pihak BLDF mengambil sampah organik di Desa Jati Kulon.
Pengambilan sampah oleh Kudus Asik yang diinisiasi oleh Bakti Lingkungan Djarum Foundation dilakukan sepekan tiga kali. Tepatnya setiap Senin, Rabu, dan Jumat.
”Sekali ambil sekitar 25 kilogram sampah organik. Atau sekitar 90 tong sampah sampai 100 tong sampah menggunakan mobil truk Kudus Asik,” imbuhnya.
Editor : B. Wibowo