
MEMANGGIL.CO – Ria Agustina (33) pemilik klinik kecantikan Ria Beauty, kini harus berurusan dengan hukum setelah terbukti membuka praktik kecantikan tanpa izin yang sah.
Ria yang merupakan sarjana perikanan, mengaku memiliki sertifikat pelatihan untuk mengklaim kompetensinya sebagai tenaga medis di depan pelanggan.
Selain itu, Ria juga menawarkan layanan kecantikan menggunakan alat dan produk yang tidak memiliki izin edar, seperti derma roller dan serum yang tidak terdaftar di BPOM.
Ria bersama asistennya, DN (58), ditangkap oleh penyidik Subdit Renakta Ditreskrimum Polda Metro Jaya di sebuah hotel kawasan Kuningan, Jakarta, Minggu (1/12/2024).
Polisi Berpura-pura Jadi Pelanggan
Penangkapan berawal dari informasi yang diterima oleh polisi dari masyarakat mengenai praktik ilegal di klinik Ria Beauty.
Berdasarkan informasi tersebut, penyidik yang menyamar sebagai calon pelanggan kemudian menghubungi Ria melalui WhatsApp untuk menanyakan layanan derma roller, Kamis (14/12/2024).
“Admin Ria Beauty meminta identitas dan foto wajah, kemudian memberitahukan biaya treatment senilai Rp15 juta. Jika tertarik, calon pelanggan diminta untuk membayar DP sebesar Rp1 juta,” kata Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Wira Satya Triputra.
Pada hari berikutnya, penyidik diundang ke grup WhatsApp bernama “Derma Roller Jakarta Desember” yang berisi sembilan calon pasien lainnya. Beberapa hari kemudian, mereka mendapatkan informasi bahwa treatment derma roller akan dilakukan di sebuah hotel di kawasan Kuningan pada 1 Desember 2024.
Pada hari yang ditentukan, polisi menggerebek kamar 2028 di hotel tersebut dan menemukan Ria serta DN tengah melayani tujuh pasien.
Dalam penggeledahan, polisi menemukan alat derma roller bekas pakai, serum, dan krim anestesi yang semuanya tidak memiliki izin edar. Hasil pemeriksaan awal menunjukkan bahwa Ria bukanlah seorang tenaga medis, begitu juga dengan DN.
“Diduga para tersangka telah sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar,” ujar Wira.
Akibat perbuatannya, Ria dan DN dijerat dengan Pasal 435 jo pasal 138 ayat (2) dan/atau ayat (3) dan/atau Pasal 439 jo. Pasal 441 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Mereka terancam hukuman penjara maksimal 12 tahun atau denda hingga Rp 5 miliar.