MEMANGGIL.CO – Muda, berpikir sederhana dan kreatif. Itulah sosok Haji Ahmad Fahim Mulabby atau akrab dengan panggilan Gus Fahim.
Toko muda ini adalah keluarga besar dari Pondok Pesantren Khozinatul Ulum, Blora. Putra ke tiga dari KH Muhammad Ahmad Muharror Ali ini, lahir di Blora pada 24 Februari 1986 silam.
Gus Fahim, mengaku didorong-dorong untuk ikut kontestasi di pemilihan DPRD Blora. Awalnya, belum ada respon. Tetapi, karena mendapat dukungan dari kolega, keluarga dan juga teman-temannya, ulama penghafal Al Quran ini, akhirnya menerima tantangan tersebut.
“Niat yang baik dan tulus ikhlas, moga diakhiri dengan hal yang baik pula,” ujarnya dalam sebuah wawancara dengan Memanggil.co, Rabu (7/6/2023).
Untuk maju berkontestasi di DPRD, Gus Fahim, berada di Daerah Pemilihan V (Tunjungan, Ngawen, Banjarejo). Kebetulan Dapil V yang disasarnya, lokasinya sama dengan kediaman sekaligus Pondok Pesantren Khozinatul Ulum yang di Maguan, Tunjungan, Blora.
Lalu, apa sebenarnya yang melatarbelakangi Gus Fahim untuk ikut berkiprah di dunia politik. Menurutnya, dirinya terpanggil untuk memperkuat syiar lewat legislatif. Karena, dengan seperti itu, akan memperkuat dan memperluas disiplin ilmu agama yang dimilikinya.
Contoh, lanjut Gus Fahim, soal memperluas jaringan pondok pesantren, adalah salah satu dari cita-cita dirinya dan keluarga besar pesantren orang tuanya. Tetapi, juga yang terpenting, kualitas pesantren itu harus ditingkatkan.
“Sedikit atau banyak bagi saya yang terpenting adalah kualitas dari pesantren itu sendiri,” paparnya.
Tetapi yang juga mesti dijaga adalah, berbuat yang baik itu, dasarnya mesti juga diperkuat. Misanya dimulai dari akhlaq dan istiqomah jamaah.
“Nantinya jika sudah tertata, maka belajar membaca Al Quran, kitab-kitab kuning, dan ilmu-ilmu umum harus ditingkatkan. Bagi saya ini catatan penting,” tandas ulama muda yang pernah menjadi santri di sejumlah pesantren di Jawa Tengah ini.
Sementara untuk pendidikan umum, lanjut Gus Fahim, jelas juga menjadi syarat bagaimana anak didik itu bisa berkembang dan berdaya saing.
Intinya, belajar agama dan belajar pengetahuan umum, teknologi, ilmu ekonomi itu, jadi semacam kewajiban di pesantren.
“Makanya ketika kecil, orang tua itu menyekolahkan kita di sekolah umum dan sekaligus menjadi santri. Insya Allah, akan lebih kuat dasarnya,” tandasnya.