Kepikiran Golput Saat Pilkada? Bolehkah dalam Islam?

MEMANGGIL.CO – Golongan Putih (Golput) merujuk pada fenomena masyarakat yang memilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilu, baik itu pemilu legislatif, presiden, maupun pemilu lainnya.

Fenomena ini sudah berlangsung selama beberapa dekade dan tetap menjadi perdebatan di berbagai kalangan.

Banyak alasan mengapa seseorang memilih untuk menjadi golput. Salah satunya adalah ketidakcocokan dengan calon atau partai politik yang ada.

Beberapa orang merasa bahwa calon pemimpin atau partai politik yang bertarung dalam pemilu tidak memenuhi harapan mereka, bahkan ada yang merasa bahwa mereka tidak jujur atau tidak kompeten.

Dengan adanya persepsi semacam ini, golput menjadi pilihan bagi mereka yang merasa tidak ada pilihan yang ideal.

Lantas, bagaimana hukum golput dalam Islam?

Golput Menurut Buya Yahya

Ulama kharismatik KH Yahya Zainul Ma’arif, atau yang lebih dikenal dengan Buya Yahya, menjelaskan bahwa selama seseorang memiliki hak suara, maka hak tersebut harus dimanfaatkan dengan memilih.

Golput hanya dibolehkan jika seseorang sudah melakukan proses ijtihad namun tetap merasa bingung dan tidak menemukan calon yang tepat.

“Ijtihad itu bertanya kepada guru atau mencari informasi positif dari media-media yang baik. Anda bisa berdiskusi dengan orang-orang yang bijak, bukan dengan mereka yang suka mencaci atau mengolok. Jika setelah itu masih ada calon yang menonjol, pilihlah yang terbaik,” ujar Buya Yahya dalam sebuah ceramah di YouTube Al Bahjah TV, dikutip Senin (25/1).

Namun, Buya Yahya juga menambahkan, jika seseorang masih merasa bingung hingga menjelang pemilu dan tidak bisa memilih, maka golput dibolehkan dalam kondisi tersebut.

Golput Menurut Ustadz Adi Hidayat

Sementara itu, Ustadz Adi Hidayat (UAH) menyoroti pentingnya memilih dalam konteks yang lebih luas.

Menurutnya, meski seseorang memiliki hak untuk tidak memilih, keputusan untuk golput berisiko membuat kelompok yang memiliki pandangan berbeda, seperti kelompok liberal atau sekuler, mendominasi hasil pemilu. Kelompok-kelompok ini, menurut UAH, dapat mengendalikan kebijakan negara yang mungkin bertentangan dengan nilai-nilai Islam.

“Anda boleh tidak memilih, itu hak Anda. Tetapi, ketika Anda tidak memilih, orang-orang yang memiliki pandangan berbeda seperti kelompok liberal, sekuler, bahkan kelompok yang mendukung kebijakan yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam, mereka yang memilih dan suara mereka lebih banyak. Mereka yang akan memegang kekuasaan dan menentukan kebijakan,” jelas UAH dalam ceramahnya di YouTube Hijrah ID TV, Senin (25/11).

Karena itu, UAH menyarankan umat Islam untuk tetap berpartisipasi dalam pemilu dengan memilih calon yang mendekatkan diri pada nilai-nilai Islam dan kemaslahatan umat.

“Kewajiban kita adalah menghadirkan suara-suara kebaikan. Pilihlah calon yang mendekatkan kepada Islam dan yang membawa kemaslahatan bagi umat,” tambahnya.

Itulah penjelasan mengenai hukum golput dalam Islam. Sebagai umat Muslim, penting untuk memilih dengan bijak demi kemaslahatan umat dan negara. Jadi, dari sekarang, tentukan pilihanmu dan gunakan hak pilihmu!

Penulis:
Redaksi
Editor:
Admin
Advertisement

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *