
MEMANGGIL.CO – Kelenteng Cu An Kiong di Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, adalah salah satu peninggalan sejarah penting yang mencerminkan kekayaan budaya Tionghoa di Indonesia.
Terletak di Jl. Dasun No.19, klenteng ini tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga destinasi wisata sejarah yang menarik perhatian wisatawan lokal maupun internasional.
Sejarah Panjang yang Tak Tertandingi
Kelenteng Cu An Kiong didirikan pada abad ke-15, meskipun tidak ada catatan pasti mengenai tahun pastinya. Beberapa sumber menyebutkan kemungkinan klenteng ini dibangun pada tahun 1335 atau 1477 Masehi.
Berbagai faktor, termasuk hubungan erat antara pendatang Tionghoa dan penduduk lokal, diyakini menjadi pemicu pendirian tempat ibadah ini.
Kelenteng ini dipersembahkan kepada Dewi Laut (Thian Siang Seng Mu) atau Dewi Mazu, sosok pelindung para pelaut yang memiliki peran penting bagi komunitas Tionghoa di pesisir utara Jawa pada masa itu.
Selain arsitektur megah yang mencerminkan warisan Tionghoa, klenteng ini juga memiliki elemen kayu jati yang sangat berharga.
Tiang penyangga utama klenteng terbuat dari kayu jati yang masih berdiri kokoh hingga saat ini, mencerminkan keahlian arsitektur pada masa lalu.
Sejak pembangunannya, kelenteng ini mengalami beberapa kali renovasi, salah satunya pada tahun 1838, untuk mengatasi masalah banjir yang sering melanda wilayah Lasem.
Fungsi Spiritual dan Sosial
Kelenteng Cu An Kiong memiliki peran penting dalam kehidupan spiritual komunitas Tionghoa di Lasem. Altar utama di kelenteng ini didedikasikan untuk Dewi Samudera, yang dipercaya memberikan perlindungan kepada para pelaut.
Dalam konteks ini, Cu An Kiong bukan hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga simbol harapan dan perlindungan bagi warga yang banyak bergantung pada perdagangan dan pelayaran.
Tidak hanya itu, kelenteng ini juga menjadi tempat di mana sejarah perlawanan lokal terhadap penjajahan tertulis dengan jelas. Di bagian halaman, terdapat monumen yang mengenang perjuangan laskar Tionghoa-Jawa melawan penjajah VOC pada tahun 1740-1743.
Monumen ini menghormati para pahlawan seperti Tan Kee Wie dan Oey Ing Kiat, yang memainkan peran penting dalam perlawanan.
Arsitektur yang Menakjubkan dan Daya Tarik Wisata
Kelenteng Cu An Kiong tidak hanya dikenal karena nilai sejarahnya, tetapi juga karena keindahan arsitekturnya yang memukau.
Pintu besar dan atap melengkung yang menghiasi bangunan klenteng mengingatkan pada gaya arsitektur khas Tionghoa, dengan sentuhan lokal yang membuatnya begitu unik.
Selain itu, kelenteng ini juga dikenal sebagai salah satu lokasi syuting film Ca-Bau-Kan pada tahun 2002, yang semakin menambah popularitasnya sebagai daya tarik wisata.
Bagi wisatawan, kunjungan ke Kelenteng Cu An Kiong bukan hanya kesempatan untuk belajar tentang sejarah Tionghoa di Lasem, tetapi juga untuk menikmati keindahan arsitektur dan suasana spiritual di dalamnya.
Kehadiran prasasti batu yang ditulis oleh Kapten Lin Chan Ling pada tahun 1838 menjadi daya tarik tersendiri. Prasasti ini berisi tentang perbaikan klenteng dan mencatat 105 nama donatur yang membantu renovasi bangunan suci ini.
Keberlanjutan Sebagai Pusat Budaya
Hingga hari ini, Kelenteng Cu An Kiong tetap menjadi pusat kebudayaan dan spiritual di Lasem. Dengan statusnya sebagai salah satu klenteng tertua di Indonesia, tempat ini bukan hanya menjadi saksi sejarah panjang hubungan antara etnis Tionghoa dan masyarakat lokal, tetapi juga menjadi bukti nyata kontribusi komunitas Tionghoa terhadap perkembangan sosial-budaya di pesisir utara Jawa.
Seiring dengan meningkatnya minat terhadap wisata sejarah dan budaya, Kelenteng Cu An Kiong terus memainkan peran penting dalam melestarikan warisan budaya Tionghoa di Indonesia.
Sebagai destinasi wisata, klenteng ini juga menawarkan pengunjung pandangan unik tentang masa lalu Lasem yang kaya, memadukan kisah toleransi, keberagaman, dan semangat perjuangan yang mengakar di daerah ini.
Dengan warisan sejarah yang kuat, klenteng ini akan terus menjadi salah satu pusat kebudayaan yang memperkaya kehidupan spiritual dan budaya Indonesia.
Penulis: Alweebee
Editor: Anwar