Hidup di Rumah Tanpa Surat, Difabel di Cepu Blora Ini Tak Pernah Dapat Bansos


Ahmad (16), seorang anak laki-laki penyandang disabilitas. Foto Sobirin.

MEMANGGIL.CO – Ahmad (16), seorang anak laki-laki penyandang disabilitas, hidup dalam keterbatasan bersama ibunya, Siti Muawanah, di rumah sederhana yang berdiri di atas lahan milik PT KAI di Kelurahan Cepu, Kabupaten Blora.

Rumah yang mereka tempati selama belasan tahun itu tak memiliki surat resmi. Statusnya menumpang. Ancaman penggusuran pun terus menghantui.

Baca juga:

"Yang paling mengkhawatirkan saya, ketika suatu saat ada penggusuran rumah dari PT KAI," ucap Siti saat ditemui di kediamannya di Sidodadi RT 001/RW 003, Kelurahan Cepu, Kecamatan Cepu, Selasa (8/7/2025).

"Sudah belasan tahun kami tinggal menumpang di sini, dan rumah ini juga sudah tidak memiliki surat resmi," tambahnya.

Siti hanya mengandalkan penghasilan dari menitipkan dagangan tetangga. Ia tak bisa bekerja karena harus mengurus Ahmad, yang mengalami disabilitas fisik sejak lahir.

"Karena saya juga tidak bisa kerja, selain karena faktor usia, anak saya juga tidak bisa ditinggalkan," ujarnya.

Lebih memprihatinkan lagi, Ahmad tak pernah dibawa berobat atau mengontrol kondisi kesehatannya. Bukan karena tak butuh, tapi karena tak ada biaya.

Baca juga:

"Karena keterbatasan biaya, maka anak kami tidak pernah mengontrol kesehatan, baik kepada dokter praktik maupun dibawa ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut," terang Siti.

Tak hanya soal kesehatan, Siti dan Ahmad juga luput dari perhatian pemerintah dalam tiga tahun terakhir. Ia mengaku tidak pernah menerima bantuan sosial apapun, termasuk beras untuk keluarga miskin (Raskin), Program Keluarga Harapan (PKH), maupun Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT).

"Kami juga tidak mendapat bantuan dalam bentuk apapun dari pemerintah, termasuk bantuan kesehatan dan beras untuk masyarakat miskin (Raskin) sejak tiga tahun terakhir," tutur Siti.

Hal ini turut menjadi perhatian Hanifianita Inez, Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) Cepu. Ia menyayangkan kondisi yang dialami Ahmad, apalagi statusnya sebagai penyandang disabilitas seharusnya menjadi prioritas layanan negara.

Baca juga:

"Ahmad adalah anak penyandang disabilitas, karena dalam undang-undang itu adalah tanggung jawab negara untuk pemberian kehidupan layak," ujar Inez.

"Apalagi orang tua anak disabilitas itu termasuk tidak mampu (miskin) sehingga dalam hal ini negara harus hadir dalam memberikan penghidupan yang layak baginya," tambahnya.

Inez berharap Ahmad dan ibunya segera mendapatkan perhatian serius dari pemerintah daerah. Termasuk diusulkan menerima program bantuan untuk rumah tangga miskin seperti PKH, BPNT, hingga Kartu Indonesia Sehat (KIS).

Editor :

Peristiwa
Berita Populer
Berita Terbaru