MEMANGGIL.CO - Kantor Urusan Agama (KUA) kini tidak lagi hanya soal pencatatan nikah. Kementerian Agama (Kemenag) mendorong transformasi KUA menjadi pusat layanan keagamaan yang lebih modern, inklusif, dan berdampak langsung bagi masyarakat.

Dirjen Bimas Islam, Abu Rokhmad, menegaskan pentingnya mengoptimalkan layanan nonpencatatan nikah di KUA yang kini semakin beragam.

“KUA sudah bertransformasi menjadi outlet layanan keagamaan yang menyediakan beragam layanan. Masyarakat harus tahu bahwa KUA sudah jauh lebih baik. Oleh karena itu, penyuluh harus mengampanyekan berbagai layanan nonpencatatan nikah yang justru lebih luas variannya,” ujarnya dalam kegiatan Penguatan Layanan KUA Non Pencatatan Nikah di Tangerang Selatan, Jumat (13/6/2025).

Abu menyebut bahwa peningkatan kualitas layanan KUA membutuhkan kerja keras dari SDM yang ada.

“Kegiatan seperti menyusun standar pelayanan, SOP, dan peta proses bisnis layanan keagamaan di KUA memang melelahkan dan tidak populis karena tergolong kerja back office. Tapi ingat, inilah wujud keseriusan kita untuk memastikan layanan KUA benar-benar berdampak bagi masyarakat,” tegasnya.

Dorong Sinergi Lintas Direktorat

Agar transformasi ini berjalan optimal, Abu menekankan pentingnya sinergi lintas direktorat di lingkungan Ditjen Bimas Islam, termasuk kolaborasi antarunit eselon I Kemenag.

“Fungsi KUA harus menjadikan KUA sebagai outlet multi layanan. Maka seluruh fungsi Bimas Islam harus berkolaborasi, seluruh program lintas direktorat harus bersinergi, dan seluruh SDM lintas direktorat harus diberdayakan,” jelasnya.

Transformasi layanan KUA, kata Abu, diarahkan untuk menjawab tuntutan masyarakat yang membutuhkan akses lebih luas terhadap layanan keagamaan.

Kini, layanan KUA mencakup penyuluhan keagamaan, konsultasi keluarga, bimbingan ibadah, penunjuk arah kiblat, hingga pemberdayaan umat.

“Layanan keagamaan yang berdampak harus diupayakan dan diperjuangkan, tidak bisa hanya diharapkan,” tambahnya.

3 Strategi Kuatkan Layanan KUA

Untuk memperkuat layanan KUA, Kemenag menjalankan tiga strategi utama.

Pertama, merinci semua jenis layanan yang tersedia.

Kedua, menetapkan indikator kuantitatif sebagai tolok ukur kinerja. Ketiga, menyajikan data perubahan kondisi masyarakat sebelum dan sesudah menerima layanan.

“Kuantifikasi adalah bukti bahwa layanan nyata berdampak,” tegas Abu.

Ia juga menyoroti lemahnya keterhubungan antarunit dalam birokrasi sebagai tantangan yang harus diatasi. Karena itu, integrasi program dan pemanfaatan SDM secara kolektif menjadi fokus Kemenag.

“Tidak ada lagi program yang jalan sendiri-sendiri. Semua fungsi Bimas Islam harus terhubung di KUA,” ujar dia.

KUA Jadi Simpul Moderasi Beragama

Lebih jauh, Abu menegaskan bahwa penguatan layanan KUA juga bagian dari strategi besar moderasi beragama. KUA diharapkan menjadi simpul strategis dalam menjaga kerukunan umat di tingkat lokal.

“Layanan keagamaan bukan sekadar formalitas atau seremonial. Ia adalah instrumen pembangunan sosial yang konkret,” pungkasnya.