Ironi di Kota Pahlawan: Ijazah Ditahan, Masa Depan Siswi Terancam


Anggota DPRD Surabaya, Azhar Kahfi ( baju putih) saat mendatangi sekolahan (Adji/Memanggil. co

MEMANGGIL.CO - Kisah pilu Aini (bukan nama sebenarnya)  seorang siswi asal Dupak Masigit, Surabaya, kembali membuka mata publik tentang ketidakadilan dalam dunia pendidikan.

Ijazah SMA-nya ditahan oleh pihak sekolah swasta karena tunggakan biaya sebesar Rp.3,1 juta, sebuah praktik yang ironisnya marak terjadi meskipun jelas-jelas dilarang oleh regulasi.

Baca juga:

Kasus ini bukan sekadar masalah individu, melainkan cerminan dari kesenjangan akses pendidikan yang masih menganga lebar di kota pahlawan.

Aini tak sendiri dalam perjuangannya. Ia mendapat dukungan dari Azhar Kahfi, seorang legislator muda dari Partai Gerindra DPRD Surabaya. Kahfi segera turun tangan untuk melakukan advokasi dan mediasi dengan pihak sekolah.
Namun, upaya ini tak berjalan mulus. Setelah kunjungan kedua, Anggota Komisi A DPRD Surabaya akhirnya bertemu dengan Kepala Sekolah SMA Tanwir, Yuni.

Sayang, jawaban yang didapat sungguh mengecewakan: pihak sekolah hanya bersedia memberikan fotokopi ijazah yang sudah dilegalisir.

"Ijazah asli baru bisa diberikan setelah tunggakan lunas," ujar kepala sekolah itu.

Sementara itu, Kahfi menyampaikan bahwa sikap tersebut tentu sangat merugikan Aini. Tanpa ijazah asli, mimpinya untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi atau melamar pekerjaan seolah terbentur tembok. Meskipun fotokopi bisa digunakan untuk beberapa keperluan, keabsahannya sering kali dipertanyakan dalam berbagai proses administratif penting.

Baca juga:

Padahal, tindakan sekolah ini secara terang-terangan melanggar hukum. Peraturan Sekjen Kemendikbudristek Nomor 1 Tahun 2022 dan Permendikbud Nomor 58 Tahun 2024 secara tegas melarang sekolah, baik negeri maupun swasta, menahan ijazah siswa dengan alasan apa pun, termasuk tunggakan. Bahkan, Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 tentang Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) secara spesifik melarang penahanan ijazah karena alasan ketidakmampuan membayar iuran.

"Meskipun sekolah swasta mengandalkan iuran siswa untuk operasional, mereka tidak bisa menjadikan ijazah sebagai jaminan atau alat untuk memaksa orang tua siswa melunasi tunggakan," ungkap Kahfi.

Menurutnya, fakta ini semakin memprihatinkan jika disandingkan dengan data BPS Jawa Timur 2023 yang menunjukkan bahwa sekitar 122.400 jiwa di Surabaya masih berjuang memenuhi kebutuhan dasar, termasuk pendidikan.
Kasus Aini, menurut Kahfi, bukanlah yang pertama. Pihaknya menemukan fakta serupa saat masa reses, menunjukkan bahwa masalah ini bersifat sistemik dan membutuhkan penanganan serius.

Baca juga:

Untuk mengatasi masalah Aini dan kasus-kasus serupa, Kahfi berkomitmen untuk mengawal proses ini hingga tuntas dengan berkoordinasi bersama Dinas Pendidikan Kota Surabaya.

Politisi muda dari Partai Gerindra itu juga menawarkan bantuan personal melalui program "Orang Tua Asuh" untuk membantu siswa yang kesulitan menebus ijazah.

Lebih dari itu, Kahfi berencana mengangkat isu ini ke ranah sidang paripurna DPRD Surabaya. Tujuannya jelas: mendorong pengawasan yang lebih ketat terhadap implementasi regulasi pendidikan, sehingga tidak ada lagi siswa yang masa depannya terhalang oleh masalah ekonomi keluarga.

Editor :

Peristiwa
Berita Populer
Berita Terbaru