Batik Gedog Tuban: Warisan yang Ditenun Lewat Kesabaran dan Doa


Bupati Tuban (kiri) bersama Aulia Hany Mustikasari, Anggota DPRD Provinsi Jatim Fraksi Partai Golkar ketika mengenakan baju batik gedog.

MEMANGGIL.CO — Di sebuah rumah sederhana di Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban suara glethek-glethek alat tenun terdengar lirih. Suara itu berpadu dengan hembusan angin dari jendela bambu.

Jemari seorang perempuan paruh baya menari di antara benang-benang kapas. Wajahnya teduh, matanya fokus. Dari tangannya, lahirlah selembar kain yang tak sekadar indah, tetapi hidup.

Baca juga:

Setiap helai benang yang disatukan adalah kesabaran. Setiap tetes malam yang menetes dari canting adalah doa.

Dari proses panjang itulah, Batik Gedog Tuban lahir, bukan dari pabrik atau mesin, tapi dari cinta dan ketulusan manusia terhadap warisan budayanya sendiri.

Dari Kapas Hingga Kain: Perjalanan Sebuah Doa

Proses pembuatan Batik Gedog tak ubahnya perjalanan spiritual. Dimulai dari biji kapas yang ditanam, dipetik dengan tangan, lalu dipintal menjadi benang.

Dari benang itu, kain ditenun perlahan di alat tradisional, menghasilkan irama yang tenang namun penuh makna.

Setiap helai tenunan seperti alunan dzikir, setiap tarikan benang adalah kesetiaan terhadap warisan nenek moyang.

"Keistimewaan Batik Gedog bukan hanya pada motifnya, tapi pada prosesnya yang menyatu dengan alam. Dari kapas hingga menjadi mahakarya, semua lahir dari ketulusan,” tutur Bupati Tuban Aditya Halindra Faridzky, S.E, dengan nada penuh kebanggaan.

Canting Menulis Harapan

Begitu kain tenun siap, para perajin mulai menorehkan malam dengan canting. Dalam keheningan, tangan-tangan mereka bekerja seperti sedang menulis kitab kehidupan. Goresannya lembut, penuh keyakinan.

Motif Kembang Waluh, Lokcan, hingga Panji Krido bukan sekadar pola, melainkan simbol perjalanan hidup yakni tentang ketekunan, kesederhanaan, dan harapan agar tradisi ini tak pernah padam.

Setiap goresan adalah doa yang terselip untuk anak cucu agar mereka kelak tetap bangga mengenakan hasil karya bangsanya sendiri.

Warisan yang Menghidupi

Baca juga:

Batik Gedog adalah denyut ekonomi rakyat Tuban. Dari kain-kain itulah kehidupan ratusan keluarga berputar.

Tak hanya perempuan, para suami pun membantu menenun, sementara anak-anak belajar mengenali motif sejak kecil.

Bagi mereka, batik bukan hanya warisan budaya, tapi juga jalan hidup, cara mereka bertahan, dan sekaligus menghormati leluhur.

"Mencintai batik berarti ikut menjaga kesejahteraan para perajin lokal. Dukungan terbesar datang dari kita semua, dengan membeli dan bangga memakai karya mereka,” tegas Mas Lindra, sapaan akrab Bupati Tuban.

Pemerintah Kabupaten bersama Dekranasda Tuban terus memberikan pelatihan, membuka ruang promosi, dan memperjuangkan hak kekayaan intelektual agar Batik Gedog tetap lestari dan bernilai tinggi.

Anak Muda: Penjaga Api Tradisi

Namun, Mas Lindra sadar pelestarian batik tak cukup hanya dari generasi lama. Ia mengajak anak muda Tuban untuk menjadi garda terdepan dalam menumbuhkan kembali semangat mencintai Batik Gedog.

Baca juga:

"Saya ingin melihat anak-anak muda Tuban bangga memakai Batik Gedog dalam aktivitas sehari-hari. Padukan dengan gaya modern kalian. Ini bukan kuno, ini keren dan punya nilai cerita yang luar biasa,” ujarnya penuh semangat.

Batik Gedog kini mulai bertransformasi dari pakaian adat menjadi fashion statement. Dari warisan desa menjadi ikon kebanggaan kota.

Ketika Doa Itu Mengalir ke Seluruh Negeri

Dan pada akhirnya, di penghujung tahun 2025, Indonesia kembali memperingati Hari Batik Nasional, 2 Oktober.

Di Tuban sendiri, suasananya terasa berbeda. Di sekolah, kantor, hingga pasar, warna-warna Batik Gedog menari di tubuh warganya. Setiap motif membawa cerita, setiap kain membawa doa.

Dari Kerek, doa itu mengalir melintasi waktu dan generasi. Bahwa dari benang kesabaran dan tetesan malam yang sederhana, lahirlah warisan abadi yang menenun identitas bangsa yakni 
Batik Gedog Tuban, warisan yang ditulis dengan cinta, ditenun dengan doa.

Editor :

Peristiwa
Berita Populer
Berita Terbaru