Blora, MEMANGGIL.CO – Ratusan siswa SMP Negeri 1 Blora mengalami mual, muntah, dan diare setelah mengonsumsi menu Makan Bergizi Gratis (MBG). Insiden ini menimbulkan kegelisahan publik dan memunculkan satu pertanyaan besar: apa yang sebenarnya terjadi dengan sistem penyediaan makanan MBG?
Pertanyaan itu juga mengemuka di lingkungan DPRD Kabupaten Blora. Anggota Fraksi PDI Perjuangan, Andita Nugrahanto, mengaku prihatin sekaligus tidak terkejut.
Baca juga: Semarak Hari Jadi ke-276, Blora Mengajak Warga Kibarkan Merah Putih Sebulan Penuh
“Aslinya kasus seperti itu banyak terjadi. Cuma tidak terekspose. Sakne (kasihan) anak-anak,” ujarnya, Kamis (27/11/2025).
Peristiwa yang menimpa ratusan siswa tersebut kembali memicu desakan agar penyedia menu, Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), diberi sanksi tegas hingga blacklist.
Namun, Andita menekankan bahwa proses itu tidak bisa dilakukan begitu saja.
“Nek diblacklist ya nggak semudah itu. Tapi seenggaknya ada punishment,” tegasnya.
Ia menjelaskan bahwa pemberian sanksi harus melalui mekanisme administratif yaitu dengan penerbitan Surat Peringatan (SP), disertai surat pernyataan dari SPPG yang menyatakan siap ditutup apabila kejadian serupa terulang.
Bahkan, jika SPPG berada di bawah satu yayasan, maka tanggung jawab juga melekat pada yayasan tersebut.
“Yayasan itu juga harus ikut tanggung jawab,” tandasnya.
Selain sanksi administratif, Andita menilai perlu ada langkah hukum.
“Urusan nyowo soale, korbane anak-anak sisan,” katanya.
Sebelumnya, nada lebih keras juga datang dari Ketua Komisi D DPRD Blora, Drs. Subroto. Ia menilai bahwa kasus ini bukan peristiwa tunggal, tetapi gejala dari persoalan yang jauh lebih besar.
“Angel (sulit) dan berisiko andai dikupas, dan itu masif,” ucapnya.
Politisi PDIP ini juga menyebut ada potensi kelalaian sistemik dalam pelaksanaan program MBG, mulai dari kualitas bahan baku, proses memasak, pengepakan, hingga distribusi makanan ke sekolah-sekolah.
“Keselamatan peserta didik harus ditempatkan di posisi tertinggi,” tegasnya.
SPPG Larasati Jadi Sorotan
Nama SPPG Larasati selaku penyedia menu pada hari kejadian menjadi sorotan. Subroto menegaskan bahwa penyedia layanan gizi yang gagal memenuhi standar, meski hanya sekali, harus menerima konsekuensi.
“Jika terbukti ada kelalaian, maka sanksi seperti penundaan pembayaran harus diberlakukan,” ujarnya.
Menurutnya, pemberian sanksi bukan soal menghukum, tetapi pencegahan agar kejadian serupa tidak kembali terjadi.
Di tengah kecemasan masyarakat, Subroto mendesak adanya evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan program MBG mulai dari pemilihan bahan baku, proses produksi, hingga distribusi yang semestinya diverifikasi secara berlapis.
“Tidak boleh ada celah yang memungkinkan kelalaian atau manipulasi,” ujar Subroto.
Baca juga: Diapresiasi, PKK Jadi Mitra Strategis Pembangunan Daerah di Kabupaten Blora
Komisi D dijadwalkan bertemu Satgas MBG Kabupaten Blora untuk membahas langkah korektif.
Hasil uji laboratorium dari Dinas Kesehatan kini menjadi dokumen paling dinanti untuk menentukan pihak yang harus bertanggung jawab.
Koordinasi dengan Wakil Bupati Blora selaku Ketua Satgas Percepatan MBG juga segera dilakukan.
Bagi DPRD, kasus di SMPN 1 Blora dapat menjadi titik balik perbaikan besar dalam sistem MBG atau justru menjadi alarm keras bahwa program ini membutuhkan pengawasan lebih ketat dari hulu ke hilir.
“Program ini membawa manfaat besar, tetapi harus dijalankan dengan standar tertinggi agar tidak menimbulkan risiko bagi siswa,” tegas Subroto.
Lebih lanjut, DPRD Blora juga mendorong pemerintah daerah memastikan seluruh penyedia makanan bekerja secara profesional. Sebab bagi ratusan siswa yang tumbang hari itu, peristiwa ini bukan sekadar masalah kesehatan, melainkan pengalaman pahit yang tak seharusnya lahir dari program yang mengusung nama bergizi.
Editor : Ahmad Adirin