MEMANGGIL.CO - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga saat ini belum menetapkan status mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, meski sebelumnya telah menggeledah rumahnya terkait dugaan korupsi pengadaan iklan di PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB).

KPK menyatakan bahwa Ridwan Kamil masih berstatus saksi dalam kasus ini.

Plh Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo Wibowo, menjelaskan bahwa pihaknya akan segera memanggil Ridwan Kamil untuk dimintai keterangan. Namun, Budi belum bisa memastikan kapan pemanggilan tersebut akan dilakukan.

"Status beliau sampai saat ini masih saksi, karena belum dipanggil untuk diperiksa," ujar Budi dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (14/3/2025).

Budi menambahkan bahwa penggeledahan di rumah Ridwan Kamil telah dilakukan dan sejumlah barang bukti telah disita. Penyidik KPK kini berencana untuk melakukan klarifikasi terhadap barang bukti yang ditemukan, serta memanggil saksi-saksi yang relevan dengan kasus ini.

"Kapan pemanggilan saksi? Kami akan segera memanggil semua saksi terkait hasil penggeledahan dan barang bukti yang telah disita," kata Budi.

Terkait penggeledahan yang dilakukan oleh KPK, Ridwan Kamil menyatakan kesiapan untuk kooperatif dengan penyidik.

"Kami sangat kooperatif dan sepenuhnya mendukung serta membantu tim KPK secara profesional," ungkapnya dalam keterangan yang diterima di Bandung, Senin (10/3/2025).

Meskipun demikian, Ridwan Kamil memilih untuk tidak memberikan keterangan lebih lanjut dan meminta wartawan untuk menghubungi tim KPK untuk informasi lebih lanjut.

Sementara itu, dalam kasus ini, KPK telah menetapkan lima tersangka, termasuk Direktur Utama PT BJB Yuddy Renaldi (YR) dan Kepala Divisi Corsec BJB Widi Hartoto (WH).

Selain itu, ada juga pengendali agensi-agensi yang terlibat, yaitu Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri Ikin Asikin Dulmanan (IAD), Suhendrik (S) dari BSC Advertising, serta Sophan Jaya Kusuma (SJK) dari Cipta Karya Sukses Bersama.

Budi menjelaskan bahwa YR dan WH diduga sengaja menyiapkan agensi-agensi tertentu untuk memenuhi kebutuhan dana non-budgeter. Penunjukan agensi tersebut juga dianggap tidak sesuai dengan peraturan internal BJB terkait pengadaan barang dan jasa.

"Para agensi bersama dengan pihak BJB diduga telah melakukan perbuatan yang merugikan keuangan negara," ujarnya.

Kelima tersangka tersebut dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.