Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gerindra, Ahmad Muzani, menegaskan bahwa isu keretakan hubungan antara Presiden RI Joko Widodo dan Presiden Terpilih yang juga Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, adalah rekayasa pihak tertentu.

Ia menuturkan isu tersebut bertujuan menampilkan seolah-olah kedua pemimpin tersebut memiliki perbedaan pandangan.

"Isu itu bukan hanya tidak benar, tetapi memang sengaja diproduksi untuk menciptakan kesan bahwa ada perbedaan pandangan antara kedua pemimpin kita," ujar Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (29/8).

Muzani menjelaskan, hubungan dan komunikasi antara Jokowi dan Prabowo justru terjalin dengan sangat baik dan lancar.

"Saya harus katakan bahwa komunikasi antara Pak Prabowo dan Pak Jokowi sangat baik dan lancar," ujarnya.

Dia menambahkan, komunikasi sehari-hari antara kedua pemimpin tersebut berlangsung intens, membahas berbagai hal, baik yang penting maupun yang sifatnya ringan.

"Selama beberapa minggu terakhir ini, komunikasi mereka bisa terjadi hingga dua kali sehari, baik untuk hal-hal yang penting maupun ringan," ungkap Muzani.

Lebih lanjut, Muzani menyampaikan bahwa Presiden Jokowi bahkan direncanakan hadir dalam acara penutupan rapat pimpinan nasional (Rapimnas) Partai Gerindra yang akan digelar pada Sabtu (31/8) malam.

"Pak Prabowo meminta Pak Jokowi untuk hadir di penutupan Rapimnas, dan Pak Jokowi telah menyatakan kesediaannya, InSya-Allah beliau akan hadir," kata Muzani.

Sebelumnya, pada tanggal 27 Agustus, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, membantah adanya keretakan hubungan antara Presiden Jokowi dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.

"Isu itu sama sekali tidak benar. Hubungan antara Pak Prabowo sebagai presiden terpilih dan Pak Jokowi sebagai presiden yang masih menjabat saat ini sangat baik dan harmonis," ujar Hasan di Istana Kepresidenan, Jakarta.

Pada Senin (26/8), Staf Khusus Presiden, Juri Ardiantoro juga menyatakan bahwa isu keretakan hubungan antara Presiden Jokowi dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto merupakan upaya adu domba yang sengaja dirancang untuk mengganggu keberlanjutan pemerintahan.

"Jika ada pihak yang mencoba mengadu domba dengan menyebarkan isu keretakan hubungan antara Presiden Joko Widodo dan presiden terpilih saat ini, itu adalah upaya untuk mengganggu agenda keberlanjutan pemerintahan," kata Juri. (Antara)