MEMANGGIL.CO - Kebiasaan Anggota dewan sering dibilang anekdot 5D (Datang, Duduk, Dengar, Diam, Duit). Kebiasaan itu melekat pada diri mereka meskipun sebenarnya tidak semuanya, tapi tetap masih bergelimang tunjangan.
Karena bergelimang tunjangan itulah masyarakat menjadi banyak yang bereaksi. Misalnya tentang tunjangan perumahan dan transportasi yang mencuat di tingkat DPR RI belakangan ini, kini juga muncul di tingkat daerah. Salah satunya di Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
Desakan dari masyarakat setempat meminta para wakil rakyat Blora mengikuti jejak wakil rakyat di Senayan supaya turut berempati terhadap kondisi bangsa. Warga menilai tunjangan yang didapatkan tidak relevan dan perlu ditinjau ulang demi efisiensi anggaran daerah.
Tunjangan yang diterima Anggota DPRD Blora terbilang besar alias fantastis untuk level daerah. Sebagaimana yang tercantum dalam Lampiran Peraturan Bupati Blora No 2 Tahun 2024, tunjangan perumahan, yang diberikan sebagai pengganti rumah dinas, memiliki nominal bervariasi tergantung jabatan.
Seperti Ketua DPRD menerima Rp34.398.791, Wakil Ketua Rp29.037.940, dan anggota biasa Rp22.028.782 setiap bulan. Sementara itu, tunjangan transportasi yang berfungsi untuk mobilitas anggota dewan juga tak kalah fantastis. Ketua DPRD mendapatkan Rp18.700.000, Wakil Ketua Rp16.600.000, dan anggota biasa Rp14.450.000.
Jika dijumlahkan, seorang Anggota DPRD Blora bisa mengantongi total sekitar Rp36.478.782 perbulan dari dua tunjangan tersebut saja, belum termasuk gaji pokok dan tunjangan lain-lain.
Melihat banyaknya rupiah yang dengan gampangnya didapatkan Anggota DPRD Blora, hal wajar jika muncul reaksi keras lantaran dianggap tidak sebanding dengan kondisi ekonomi dan kebutuhan pembangunan di era Bupati Blora, Arief Rohman dan Wakil Bupati Blora, Sri Setyorini.
Bancakan Anggaran Bermodus Tunjangan
Warga Blora, Zaenul Arifin, mengungkapkan keprihatinannya dan mempertanyakan urgensi tunjangan tersebut. Mengingat, mayoritas anggota dewan sudah memiliki tempat tinggal yang terjangkau dengan kantor dan juga mempunyai kendaraan yang layak.

"Anggota DPRD Blora kan orang-orang cakap, tahu mana yang patut dan tidak. Kalau sudah nyaman tinggal di rumah sendiri dan menggunakan mobil sendiri, kenapa harus ada tunjangan?," ujarnya.
Zaenul menyoroti ironi di mana pemerintah daerah kesulitan mencari pinjaman untuk membangun infrastruktur, sementara anggota dewan justru menikmati "bancakan anggaran bermodus tunjangan."
Ikuti Langkah DPR RI, Jangan Abai
Menurutnya, empati para wakil rakyat terhadap situasi yang terjadi, baik di daerah maupun secara nasional dianggap sangat penting untuk diingatkan.
Serta, Zaenul juga meminta agar kebijakan tunjangan tersebut segera ditinjau ulang.
"Perhatikan tuntutan masyarakat, ikuti langkah DPR RI, jangan abai. Toh jenengan semua juga tinggal di rumah sendiri, naik mobil sendiri. Selain itu anggaran perjalanan dinas sama Pokir jenengan juga sudah besar," tegasnya.