Surabaya, MEMANGGIL.CO – Proyek renovasi dua puskesmas di Surabaya yang menyedot anggaran hingga Rp13 miliar menuai sorotan keras dari DPRD Surabaya. Anggota Komisi D DPRD Surabaya, Imam Syafi’i, menilai proyek renovasi Puskesmas Pegirian dan Puskesmas Manukan Kulon sarat persoalan, mulai dari keterlambatan hingga dugaan lemahnya perencanaan. Menurut Imam, molornya proyek bukan sekadar persoalan teknis, melainkan sudah masuk kategori pelanggaran kontrak yang berpotensi mengganggu pelayanan kesehatan masyarakat. Padahal, keberadaan dua puskesmas tersebut sangat dibutuhkan warga dengan tingkat kunjungan yang terus meningkat. Puskesmas Pegirian, selama ini masih menempati lahan yang berdekatan dengan Rumah Sakit Paru milik Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Kondisi tersebut dinilai tidak ideal, terlebih rumah sakit paru tersebut telah berdiri permanen dan kini juga tengah menjalani renovasi. Sementara itu, proyek renovasi Puskesmas Manukan Kulon dikerjakan oleh CV Reno Abadi asal Kota Malang dengan nilai kontrak sekitar Rp5,6 miliar. Proyek yang sejatinya hanya berupa renovasi bangunan lama itu ditargetkan rampung dan diserahterimakan pada akhir November. Namun, hingga DPRD melakukan inspeksi mendadak, pekerjaan masih jauh dari kata selesai. “Ketika kami turun ke lapangan pada tanggal 19, masih banyak pekerjaan tersisa. Kontraktor sudah diberi tambahan waktu 20 hari, tetapi tetap belum tuntas. Ini jelas tidak sesuai perjanjian,” tutur Imam, Senin (22/12). Ia juga mempertanyakan keputusan menunjuk kontraktor luar daerah untuk proyek fasilitas kesehatan di Surabaya. Ironisnya, pekerjaan tersebut kembali disubkontrakkan kepada CV Pusaka Timur Nusantara, yang juga berbasis di Malang. “Ini yang membuat kami kecewa. Proyek di Surabaya dikerjakan pihak luar, lalu disubkonkan lagi. Dari keterangan pekerja di lapangan, mereka mengaku berasal dari perusahaan subkon tersebut,” ujarnya. Tak hanya soal waktu pengerjaan, kualitas dan perencanaan bangunan pun menjadi perhatian serius. Di Puskesmas Pegirian, keterbatasan lahan parkir dinilai sangat mengkhawatirkan. Dengan jumlah pegawai dan kendaraan yang cukup banyak, area parkir tidak memadai dan berpotensi menimbulkan kemacetan karena berada di ruas jalan padat. Sementara di Puskesmas Manukan Kulon, tenaga kesehatan mengaku tidak dilibatkan dalam proses perencanaan renovasi. Alih-alih peningkatan fasilitas yang signifikan, renovasi yang dilakukan hanya berupa bangunan lama dengan atap yang ditinggikan serta tambahan area parkir. “Dengan anggaran sebesar itu, wajar jika kami mempertanyakan hasilnya. Ini uang rakyat yang dipertaruhkan, sementara puskesmas ini melayani sekitar 300 pasien setiap hari dan kondisinya sudah kewalahan,” kata Imam. Kejanggalan lain yang disoroti adalah absennya sistem pengamanan kebakaran seperti sprinkler di kedua puskesmas. Padahal, fasilitas layanan kesehatan wajib memenuhi standar Sertifikat Laik Fungsi (SLF), termasuk sistem proteksi kebakaran. “Ini tempat orang sakit, bukan bangunan biasa. Kalau tidak memenuhi SLF, berarti tidak laik fungsi. Tapi justru disebutkan bahwa sprinkler tidak masuk dalam kontrak. Ini sangat memprihatinkan,” tegasnya. Atas berbagai temuan tersebut, Komisi D DPRD Surabaya memastikan akan memanggil Kepala Dinas Kesehatan selaku pengguna anggaran, beserta seluruh pihak yang terlibat dalam proses pengadaan dan pelaksanaan proyek. “Kami ingin tahu secara terang prosesnya seperti apa, sampai kontraktor yang kami nilai tidak profesional bisa memenangkan proyek dan membiarkan pekerjaan molor. Ini harus ada sanksi tegas,” pungkas Imam Syafi’i.