Dilema MBG: Ketika Janji Gizi Bertabrakan dengan Amanat Konstitusi dan Stabilitas Fiskal


Blora, MEMANGGIL.CO - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) datang dengan niat mulia untuk mengatasi masalah gizi anak-anak Indonesia, terutama di tengah tingginya angka stunting. Namun, alokasi anggaran yang fantastis dan dampak turunan yang ditimbulkan telah memicu perdebatan sengit.

Kritik utama berpusat pada tiga aspek krusial: legalitas konstitusional, dampak ekonomi (inflasi dan APBN), dan efektivitas intervensi gizi.

Baca juga:

1. Pertanyaan Konstitusional: Antara Gizi dan Kewajiban Pendidikan

Inti dari kritik terhadap MBG terletak pada perdebatan alokasi anggaran dan amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Seperti yang disorot oleh pandangan kritis:

"MBG tidak ada di UUD 45. Pendidikan ada di UUD 45 dan merupakan kewajiban pemerintah, jadi tidak tepat mensunat dana pendidikan untuk MBG."

Pasal 31 UUD 1945 secara eksplisit mengamanatkan bahwa negara wajib mengalokasikan minimal 20ri APBN untuk fungsi pendidikan. Sementara program MBG, meskipun bertujuan baik, tidak diatur secara eksplisit dalam konstitusi.

Kekhawatiran muncul ketika sebagian besar anggaran MBG diserap ke dalam pos anggaran pendidikan. Jika porsi dana MBG dikeluarkan, alokasi anggaran pendidikan yang substantif untuk peningkatan kualitas infrastruktur, kesejahteraan guru, dan program beasiswa berisiko tidak mencapai batas minimum 20% yang diwajibkan oleh konstitusi.

Bagi banyak pengamat, ini dianggap sebagai pengkhianatan terhadap substansi amanat konstitusi demi memenuhi janji populis.

2. Dampak Ekonomi: Inflasi dan Beban APBN yang Kritis

Skala program MBG yang mencakup jutaan penerima manfaat memerlukan pasokan bahan pangan pokok yang sangat besar dan berkesinambungan. Kritik terhadap program ini juga menyoroti dampak ekonomi yang tidak terhindarkan:

Baca juga:

Pemicu Inflasi Pangan: Kenaikan permintaan yang mendadak dan masif terhadap komoditas tertentu (seperti beras, telur, dan daging) berpotensi memicu lonjakan harga bahan pokok (inflasi). Fenomena ini, jika tidak diantisipasi dengan matang, akan memukul daya beli masyarakat miskin dan UMKM yang tidak terlibat dalam rantai pasok MBG.

Beban Fiskal yang Berat: Dengan nilai triliunan rupiah per tahun, MBG menambah beban yang signifikan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kekhawatiran muncul bahwa program ini dapat membuat rasio defisit anggaran melebihi batas 3ri Produk Domestik Bruto (PDB) yang ditetapkan Undang-Undang Keuangan Negara.

3. Ketidakpercayaan pada Sistem yang Ada dan Intervensi Stunting

Program MBG juga dikritik sebagai bentuk "ketidakpercayaan pemerintah terhadap pemerintah sendiri" dalam menangani masalah gizi. Intervensi untuk mengatasi stunting—kondisi kekurangan gizi kronis—seharusnya menjadi tugas utama dinas kesehatan, Badan Pangan Nasional, dan program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) yang sudah ada.

Stunting adalah masalah kronis yang membutuhkan intervensi spesifik sejak 1.000 hari pertama kehidupan (ibu hamil dan balita). Program MBG, yang mayoritas menyasar anak usia sekolah, dianggap kurang tepat sasaran untuk menyelesaikan akar masalah stunting secara langsung.

Baca juga:

Analisis: Antara Niat dan Implementasi

Meskipun niat MBG untuk menyediakan hidangan yang siap santap dan bergizi patut dihargai (seperti terlihat pada contoh piring bento yang terdiri dari nasi, protein hewani, sayur, buah, dan susu), niat baik tidak cukup.

Dalam kebijakan publik, niat baik harus ditopang oleh kalkulasi fiskal yang matang, kepatuhan konstitusional, dan mekanisme implementasi yang efektif. Program MBG saat ini dianggap terjebak dalam dilema, di mana tujuan gizi yang mulia harus dibayar mahal dengan risiko inflasi, beban fiskal, dan potensi pengabaian terhadap amanat konstitusi di sektor pendidikan.

Untuk menjamin keberlanjutan dan keberhasilan program, pemerintah dituntut untuk melakukan audit anggaran secara transparan, memastikan sumber pendanaan MBG tidak mengganggu alokasi wajib pendidikan, dan berfokus pada mitigasi risiko kenaikan harga pangan yang merugikan masyarakat luas.

Editor :

Peristiwa
Berita Populer
Berita Terbaru