Selama Ini Publik Tak Tahu, Begini Cara BI Paksa Bunga Kredit Cepat Turun

Reporter : B. Wibowo
Ilustrasi BI (Foto: Istimewa)

Jakarta, MEMANGGIL.CO - Bank Indonesia (BI) mulai, 1 Desember 2025, resmi menggelontorkan insentif makroprudensial yang dinilai akan mengubah peta strategi kredit perbankan secara nasional. Insentif jumbo ini tidak hanya bertujuan mempercepat penurunan bunga kredit, tetapi juga memperlebar ruang likuiditas bank agar lebih agresif menyalurkan pembiayaan ke sektor-sektor produktif, terutama UMKM, perumahan, dan industri hilirisasi.

Kebijakan ini muncul setelah BI menilai transmisi penurunan suku bunga perbankan berjalan lambat. Selama setahun terakhir, BI telah memangkas BI Rate secara signifikan sebanyak 150 basis poin dari 6,25% menjadi 4,75%. Namun suku bunga kredit perbankan hanya turun 15 basis poin sejak awal 2025 dan masih berada di level 9,05% per September. 

Baca juga: Bank Indonesia Optimistis Perekonomian Jatim Tetap Kuat, Dorong Digitalisasi Lewat QRIS dan KKI

Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, Irman Robinson, menegaskan bahwa perlambatan transmisi ini harus diatasi dengan dorongan yang lebih kuat. Karena itu, BI menawarkan insentif makroprudensial likuiditas (KLM) yang diberikan di muka berdasarkan komitmen pertumbuhan kredit yang disampaikan bank. Dengan skema ini, bank bisa langsung memperoleh pelonggaran giro wajib minimum sehingga ruang likuiditasnya membesar sejak awal kuartal. Namun, jika realisasi kredit tidak sesuai komitmen, BI akan melakukan penyesuaian pada kuartal berikutnya.

Insentif ini diarahkan khusus untuk empat sektor prioritas: Pertanian Industri Hilirisasi mendapat porsi KLM 1,5%, sektor jasa termasuk ekonomi kreatif 0,6%, perumahan 1,4%, dan sektor UMKM Koperasi, Inklusi, Berkelanjutan mendapat porsi terbesar, yakni 1,5%. 

Total potensi insentif dari jalur ini mencapai 5�ri dana pihak ketiga (DPK). Di luar itu, BI juga menambah insentif khusus untuk mendorong percepatan penurunan bunga kredit melalui skema interest rate channel. Skema ini dihitung dari elastisitas penyesuaian suku bunga kredit terhadap penurunan BI Rate. 

Baca juga: Hadapi Gejolak Global, Jatim Perkuat Ekonomi Lewat Data dan Riset

Bank dengan elastisitas kurang dari 0,3 tidak akan menerima insentif tambahan, bank dengan elastisitas 0,3–0,6 mendapatkan insentif 0,4�ri DPK, sementara bank dengan elastisitas 0,6 ke atas mendapat bonus maksimal 0,5�ri DPK.

Dengan dua jalur tersebut, total insentif yang bisa diterima bank bisa mencapai 5,5�ri DPK. Jika sebuah bank memiliki DPK Rp100 triliun, maka BI dapat mengembalikan hingga Rp5,5 triliun ke bank tersebut melalui pengurangan GWM. 

“Tentunya ini sangat-sangat membantu likuiditas perbankan untuk bisa menyalurkan kredit ke depan,” ujar Irman dalam Pelatihan Wartawan BI di Bukittinggi, Jumat (24/10/2025).

Baca juga: BI Pertegas Strategi Digital Dorong UMKM Tembus Pasar Internasional

Kebijakan ini menjadi penting karena dampaknya langsung menyentuh sektor riil. Penurunan bunga kredit berpotensi berlangsung lebih cepat, akses kredit UMKM bisa meluas, dan sektor perumahan maupun industri dapat bergerak lebih agresif. 

Dengan insentif yang lebih besar bagi bank yang paling cepat menurunkan bunga kredit, BI berharap transmisi kebijakan moneter tidak lagi tersendat dan pertumbuhan kredit nasional yang pada September masih 7,7�pat terdongkrak lebih tinggi dalam waktu dekat.

Editor : B. Wibowo

Peristiwa
Berita Populer
Berita Terbaru