Blora, MEMANGGIL.CO – Dalam tradisi masyarakat Jawa, tanda lahir atau toh masih dipercaya menyimpan makna tertentu yang berkaitan dengan karakter, perjalanan hidup, hingga gambaran nasib seseorang.
Salah satu bagian tubuh yang sering mendapat perhatian adalah leher, bahu, dada, perut, dan punggung. Primbon Jawa memaknai keberadaan toh di bagian-bagian ini bukan sekadar penanda fisik, melainkan simbol sifat, potensi, hingga tantangan yang mungkin dialami pemiliknya.
Baca juga: Primbon Jawa dan Rahasia Toh di Tangan serta Kaki: Dari Karakter hingga Arah Hidup
Mereka yang memiliki toh di bagian leher dipercaya memiliki kemampuan berbicara yang kuat. Orang-orang ini digambarkan fasih berargumen, pandai menyampaikan pendapat, dan mampu memengaruhi orang lain melalui kata-kata.
Dalam primbon, kemampuan tersebut sering dikaitkan dengan peluang kesuksesan di masa depan karena kecakapan komunikasi menjadi modal penting dalam banyak profesi. Namun di balik kelebihan tersebut, mereka juga diingatkan untuk bijak menggunakan kata-kata agar tidak menyakiti orang lain.
Karakter keras kepala dan keteguhan pendirian yang sering melekat pada pemilik toh di leher dapat menjadi kekuatan sekaligus potensi konflik apabila tidak diimbangi dengan sikap dewasa dan kemampuan mendengarkan.
Sementara itu, tanda lahir di bahu dipercaya mencerminkan beban tanggung jawab. Mereka yang memiliki toh di bahu kerap digambarkan sebagai pribadi yang kuat, berprinsip, dan mampu memegang amanah.
Bahu kanan sering dimaknai sebagai lambang jiwa kepemimpinan dan ketegasan, sedangkan bahu kiri kadang dihubungkan dengan sifat lebih santai, cuek, namun mandiri.
Secara umum, toh di bahu sering dikaitkan dengan kemampuan memimpin, menjadi tempat bergantung, serta sosok yang dipercaya lingkungan sekitarnya.
Jika toh terdapat di bagian dada, primbon Jawa menilai pemiliknya sebagai sosok pekerja keras yang memiliki peluang besar meraih keberuntungan dan kesuksesan. Tanda lahir di dada kerap dikaitkan dengan keberanian, keteguhan, serta kemampuan menghadapi berbagai tantangan hidup.
Baca juga: Makna Toh di Pipi, Hidung, dan Mulut dalam Primbon Jawa
Letaknya di dada kanan sering dianggap sebagai simbol jiwa kepemimpinan yang kuat, sementara di dada kiri dihubungkan dengan sifat adil, jujur, dan kemampuan bersikap objektif. Namun keberanian tersebut juga diingatkan agar tetap dikendalikan, agar tidak berubah menjadi sikap nekat dan ceroboh.
Berbeda lagi dengan toh di perut yang sering dimaknai sebagai simbol optimisme. Pemiliknya dipercaya memiliki cara pandang positif terhadap hidup, mudah bangkit dari kegagalan, dan tidak cepat menyerah.
Di sisi lain, primbon juga memberi catatan bahwa tanda lahir di perut bisa menggambarkan sifat yang cenderung tamak apabila tidak mampu mengontrol keinginan. Perut kanan sering dikaitkan dengan sifat penolong, sementara perut kiri dianggap sebagai simbol ego yang kuat.
Meski begitu, pemilik toh di perut juga dinilai memiliki kemampuan berpikir tajam dan daya analisis yang baik, meski tetap diingatkan agar tidak terjebak dalam terlalu banyak pertimbangan hingga melupakan sisi emosional.
Baca juga: Makna Tanda Lahir “Toh” dalam Primbon Jawa: Antara Pesan Leluhur dan Tafsir Kehidupan
Adapun toh di punggung sering dihubungkan dengan karakter kuat, tahan banting, dan mampu memikul tanggung jawab besar. Orang dengan tanda lahir di bagian ini digambarkan sebagai pribadi jujur, tulus, dan dapat diandalkan. Mereka cenderung praktis, terbuka, dan mampu menyesuaikan diri dengan berbagai keadaan.
Namun sifat sabar dan cenderung mengalah terkadang justru membuat mereka dimanfaatkan oleh orang lain. Meski demikian, primbon menilai pemilik toh di punggung umumnya memiliki keteguhan mental yang kuat dan tidak mudah menyerah pada tekanan hidup.
Sebagaimana kepercayaan tradisional pada umumnya, makna toh dalam primbon Jawa lebih ditujukan sebagai bentuk refleksi dan pengingat, bukan penentu mutlak nasib seseorang. Kepercayaan ini hidup berdampingan dengan pandangan modern, di mana tanda lahir dipahami sebagai hal alami dan bagian dari keragaman fisik manusia.
Pada akhirnya, primbon memberi ruang bagi masyarakat untuk mengenali diri, belajar mengendalikan karakter, dan memaknai hidup dengan kearifan lokal yang tetap relevan hingga kini.
Editor : Redaksi