MEMANGGIL.CO Di tengah kesibukan perayaan Imlek, Kue Yopia menjadi salah satu sajian yang tidak bisa dilewatkan oleh masyarakat Rembang, khususnya di kawasan Pantura Lasem. Kue yang telah ada sejak 1800-an ini merupakan simbol dari akulturasi budaya Tiongkok dan Jawa, dan hanya diproduksi khusus pada saat perayaan Imlek.

Kue Yopia, yang memiliki tekstur kenyal dan isian manis, menggabungkan bahan-bahan tradisional seperti terigu dan gula aren. Keberadaannya yang unik dan spesial menjadikan Yopia bukan sekadar jajanan biasa, melainkan bagian penting dari warisan kuliner yang patut dilestarikan. Kue ini menjadi hidangan wajib dalam setiap perayaan Tahun Baru Imlek, dan menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat yang merayakannya.

Kue Yopia pertama kali diperkenalkan oleh komunitas Tionghoa di Rembang, yang mengadaptasi bahan lokal dan teknik pembuatan tradisional. Di Desa Karangturi, seorang pengrajin bernama Waras, berusia 78 tahun, masih mempertahankan tradisi pembuatan kue ini di rumahnya. Dengan semangat untuk melestarikan kuliner lokal, Waras merupakan generasi ketiga dalam keluarganya yang menggeluti usaha ini.

Setiap Imlek, saya berusaha untuk memenuhi permintaan pelanggan. Meski usianya tak lagi muda, saya tetap berkomitmen untuk menjaga tradisi ini, ungkap Waras saat ditemui. Dalam satu hari, ia dibantu oleh satu pekerja dan anggota keluarganya mampu memproduksi antara 400 hingga 500 kue Yopia.

Menjelang Imlek, permintaan akan Kue Yopia meningkat pesat. Waras mengaku bahwa meskipun tahun ini suasana tidak seramai tahun sebelumnya, pesanan datang dari berbagai daerah, termasuk Jakarta, Semarang, dan wilayah sekitar Rembang. Kami merasa bersyukur, meski ada tantangan, pelanggan kami tetap setia, tambahnya.

Kue Yopia kini dijual dengan harga terjangkau, yakni sekitar Rp 30.000 untuk satu kotak yang berisi 10 biji. Hal ini menjadikannya pilihan menarik bagi siapa saja yang ingin merasakan cita rasa tradisional sambil merayakan kebersamaan dalam keluarga.

Pentingnya melestarikan Kue Yopia tidak hanya terletak pada rasa, tetapi juga pada nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Proses pembuatannya yang sederhana, menggunakan alat tradisional, dan teknik yang diwariskan dari generasi ke generasi menjadikannya sebuah warisan yang harus dijaga.

Waras dan komunitas di sekitarnya berupaya untuk menguri-uri budaya Jawa yang telah mengakar kuat di Lasem. Kue Yopia bukan hanya sebuah jajanan, tetapi juga simbol dari identitas dan keberagaman budaya yang ada di Indonesia.

Kue Yopia mencerminkan akulturasi budaya yang telah terjadi selama ratusan tahun di wilayah ini. Dalam setiap gigitan, tersimpan rasa manis gula aren yang khas Jawa dan kelembutan dari terigu yang mencirikan kuliner Tionghoa. Perpaduan ini menjadikan Yopia lebih dari sekadar makanan; ia merupakan jembatan yang menghubungkan dua budaya yang kaya.

Dengan adanya Kue Yopia, masyarakat Rembang memiliki cara untuk merayakan warisan kuliner mereka sambil membagikannya kepada generasi mendatang. Keberadaan kue ini menunjukkan bahwa meskipun zaman terus berubah, akar budaya dan tradisi tetap hidup dan dihargai.

Kue Yopia adalah lebih dari sekadar makanan. Ia adalah lambang dari keberagaman, kekuatan tradisi, dan semangat pelestarian budaya. Setiap tahun, saat Imlek tiba, kue ini menjadi pengingat akan pentingnya menghargai warisan budaya yang telah ada selama berabad-abad. Bagi masyarakat Rembang, Kue Yopia bukan hanya sebuah hidangan; ia adalah bagian dari cerita dan identitas yang perlu dijaga dan dilestarikan.

Penulis: Alweebee

Editor: Anwar