MEMANGGIL.CO - Hari itu, aula kampus penuh dengan sorak-sorai. Ratusan toga hitam berbaris rapi. Di antara riuh tepuk tangan, ada seorang lelaki renta yang duduk di kursi paling belakang.
Pak tua itu datang dengan baju sederhana, hanya kemeja lusuh dan celana kain yang mulai pudar warnanya.
Tangannya bergetar menggenggam undangan wisuda anak sulungnya. Matanya berkaca-kaca, bukan karena lelah, melainkan karena rasa syukur yang memuncak.
Saat nama anaknya dipanggil ke podium, sorot matanya tak berkedip. Di balik wajah tuanya, terselip rasa bangga yang sulit ia sembunyikan.
Bibirnya bergetar, melantunkan doa lirih: “Alhamdulillah, semua peluh ini tidak sia-sia.”
Bagi orang lain, mungkin itu hanya acara wisuda biasa. Tapi bagi pak tua, itu adalah puncak dari setiap ayunan cangkul, dari setiap tetes keringat yang bercampur dengan tanah, dari setiap doa yang ia panjatkan di sela-sela letihnya bekerja.
Ketika anaknya turun dari podium dengan gelar sarjana di tangan, ia berlari kecil ke arah ayahnya. Mereka berpelukan erat. Tangis bahagia pecah di antara mereka.
Hari itu, di aula kampus, seorang buruh cangkul memenangkan pertarungan hidup. Bukan dengan harta, bukan dengan pangkat, tetapi dengan keteguhan hati dan kesabaran.

Dan dari kursi paling belakang itu, kita belajar bahwa kebahagiaan sejati bukan tentang apa yang kita miliki, tetapi tentang apa yang bisa kita wariskan; ilmu, cinta, dan keteladanan.
Simbol Pak Tua
Pak tua hanyalah sebuah simbol. Sosok yang kita gali dari kisah nyata keseharian, lalu kita rangkai menjadi cermin bagi diri sendiri. Kita sengaja tak menyebut identitas lengkapnya, sebab pesan ini bukan hanya miliknya, tetapi milik kita semua.
Setiap orang punya jalan perjuangannya masing-masing. Ada yang berpeluh di sawah, ada yang terjebak di riuh kota, ada pula yang diam-diam menanggung beban di balik senyum sederhana.
Cerita kita berbeda, tapi esensinya sama yakni kita semua sedang berjalan, menapaki perjuangan yang tak selalu mudah.
Kisah pak tua ini semoga menjadi nyala api kecil, pengingat bahwa kerja keras, kesabaran, dan syukur tidak pernah sia-sia. Sebab, setiap perjuangan akan selalu meninggalkan jejak, dan kitalah yang menentukan apakah jejak itu akan menjadi kisah biasa, atau inspirasi bagi generasi berikutnya. (habis-4)