Blora, MEMANGGIL.CO – Audiensi antara sejumlah elemen masyarakat dengan DPRD Kabupaten Blora, Kamis (23/10/2025), berlangsung panas. Suasana rapat yang awalnya berjalan tertib berubah tegang saat perwakilan masyarakat menumpahkan kegelisahan terkait maraknya pelanggaran norma sosial di wilayah Blora.
Isu yang paling mencuat dalam pertemuan itu adalah desakan agar pemerintah daerah dan aparat penegak hukum segera bertindak tegas terhadap peredaran minuman keras (miras), penyalahgunaan narkoba, serta praktik prostitusi yang disebut marak terjadi di sejumlah rumah kos.
Perwakilan LSM Opini Tanpa Bentuk, Yudha Rahmawan, menegaskan bahwa DPRD Blora harus berani mengambil posisi jelas dalam menekan eksekutif dan aparat penegak hukum untuk menindak para pelanggar.
“Selama ini banyak penyakit masyarakat yang muncul akibat lemahnya penegakan aturan. Turunnya moralitas generasi muda, penyalahgunaan narkoba, hingga praktik prostitusi di tempat kos-kosan, semuanya sudah di level darurat. Pemerintah dan aparat harus segera bertindak,” tegas Yudha dalam forum audiensi.
Ia menambahkan, masyarakat sudah kehilangan kesabaran melihat lemahnya pengawasan terhadap peredaran miras dan praktik prostitusi terselubung. Jika dalam dua hari tidak ada langkah nyata dari pemerintah atau kepolisian, Yudha mengancam akan menggelar aksi lanjutan.
“Kami masih menunggu langkah konkret. Kalau dalam dua hari tidak ada tindakan, kami akan turun bersama banyak organisasi masyarakat. Ini bukan ancaman, tapi bentuk keprihatinan kami terhadap kondisi sosial yang semakin rusak,” ujarnya.
Yudha juga menyoroti rencana DPRD yang akan melakukan pengumpulan data tambahan dari sejumlah LSM, pihak berwenang, serta pengelola hotel dan kos-kosan. Ia menilai langkah itu memang perlu, namun tidak bisa dijadikan alasan untuk menunda tindakan cepat terhadap maraknya penjualan miras ilegal.
“Kalau soal perizinan mungkin butuh proses panjang. Tapi miras itu bisa ditangani dalam satu hari kalau kepolisian mau bergerak. Tinggal mau atau tidak. Kalau aparat turun, saya yakin penjualan miras langsung berhenti,” katanya.
Menurutnya, peredaran miras ilegal bukan sekadar pelanggaran sosial, tetapi pelanggaran hukum pidana. Karena itu, aparat kepolisian seharusnya tidak menunggu laporan resmi untuk bertindak.
“Walaupun pidananya ringan, tapi kalau ada tindakan tegas, efek jeranya akan terasa,” tegasnya.
Audiensi ini menjadi momentum penting bagi masyarakat Blora untuk menagih komitmen pemerintah daerah dan aparat penegak hukum dalam menegakkan Peraturan Daerah tentang Pelarangan Minuman Keras.
Desakan tersebut mencerminkan meningkatnya kegelisahan publik terhadap degradasi moral dan lemahnya penegakan aturan di lapangan. Masyarakat kini menunggu apakah suara keras dari ruang rapat DPRD itu benar-benar akan diterjemahkan menjadi tindakan nyata, atau kembali tenggelam dalam retorika tanpa ujung.