TUBAN, MEMANGGIL.CO – Kebijakan kampus Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Senori Kabupaten Tuban menuai polemik setelah mengeluarkan keputusan yang melarang mahasiswanya bergabung dengan organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Larangan tersebut tertuang dalam surat hasil diskusi pihak kampus tertanggal 24 Oktober 2025. Dalam poin keenam dari tujuh butir kesimpulan, kampus menyatakan bahwa mahasiswa diperbolehkan berkembang, namun untuk sementara belum diizinkan mengikuti pengkaderan HMI.
Kampus beralasan, kebijakan itu berlaku sampai STAI Senori berubah status menjadi Institut Agama Islam (IAI), di mana nantinya organisasi eksternal bisa masuk setelah melalui prosedur resmi.
Sementara itu, pada poin kedua surat tersebut dijelaskan bahwa kampus hanya memberikan izin kepada organisasi ekstra yang berideologi Ahlussunah wal Jama’ah an Nahdliyah (PMII). Artinya, organisasi seperti HMI belum diakui secara kelembagaan oleh kampus.
Kebijakan ini memicu reaksi keras dari Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Tuban. Sekretaris Umum KAHMI Tuban, M. Abdul Rohman, menyebut keputusan kampus tersebut mencederai marwah organisasi dan meminta agar Ketua STAI Senori Tuban segera dicopot atau mundur dengan terhormat.
“Kebijakan itu menciderai marwah organisasi. Kami meminta Ketua STAI Senori Tuban dicopot untuk mempertanggungjawabkan keputusannya, karena dia picu polemik di dunia pendidikan,” tegas Rohman, Sabtu (25/10/2025).
Ia menegaskan bahwa HMI adalah organisasi resmi dan sah secara hukum, yang telah banyak melahirkan kader hebat dan berkontribusi besar bagi bangsa. Tujuan HMI, kata dia, sangat jelas bahwa membina mahasiswa menjadi individu intelektual, kreatif, serta peduli terhadap masyarakat dengan berlandaskan nilai-nilai Islam.
“Kalau ada kampus yang melarang, itu aneh. Lihat saja Ketua PBNU KH. Yahya Cholil Staquf, beliau juga kader HMI, dan masih banyak tokoh lain yang lahir dari rahim HMI,” ujarnya.
Rohman menilai kampus seharusnya menjadi pusat peradaban ilmu pengetahuan yang terbuka terhadap pemikiran.
“Di dalamnya, nalar harus dijaga tetap hidup, bukan dikungkung oleh fanatisme buta yang mematikan kebebasan berpikir,” tambahnya.
Ia juga mengingatkan agar pemimpin kampus tidak bersikap fanatik terhadap satu organisasi hingga menutup mata terhadap kebenaran dari pihak lain.
“Kebijaksanaan lahir dari kemampuan membaca dengan hati, bukan dari sikap menghakimi. Artinya pemimpin yang bijak tahu bahwa setiap langkah harus berpijak pada aturan, bukan emosi atau kebencian,” tegasnya.
Selain itu, KAHMI Tuban juga menyoroti adanya dugaan intimidasi terhadap mahasiswa STAI Senori yang menjadi anggota HMI. Dua mahasiswa disebut mendapat perlakuan tidak wajar dari pihak kampus setelah mengikuti kegiatan HMI.
Ketua HMI Cabang Tuban, Agus Siswanto, mengungkapkan bahwa pihaknya telah melayangkan surat keberatan ke pihak kampus.
“Surat sudah kami kirim kemarin, karena ada dugaan intervensi dan ancaman dikeluarkan terhadap dua kader HMI,” ujarnya.
HMI Cabang Tuban menilai tindakan tersebut melanggar hak konstitusional mahasiswa untuk berorganisasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, khususnya Pasal 8 ayat (2). Dalam pasal itu ditegaskan bahwa mahasiswa berhak menyatakan pendapat dan berorganisasi, baik di dalam maupun di luar kampus.
“Kami juga mendapat kabar bahwa dua kader kami diancam akan di-DO. Kami akan mengawal persoalan ini agar tidak terjadi di kampus lain,” tegas Agus.
Menurutnya, kampus seharusnya menjadi ruang kebebasan akademik, tempat berkembangnya pemikiran kritis dan keberagaman organisasi kemahasiswaan, bukan malah membatasi aspirasi mahasiswa.
“Kami mendesak pihak kampus meninjau ulang kebijakan yang diskriminatif itu,” ungkap Agus.
Sementara itu, Ketua STAI Senori Tuban, Dr. M. Yusuf Aminuddin, S.Pd.I, M.Pd, belum memberikan tanggapan atas polemik ini meski telah beberapa kali dikonfirmasi.