Surabaya, MEMANGGIL.CO – Menteri Kesehatan (Menkes) Republik Indonesia (RI), Budi Gunadi Sadikin, menyatakan segera meratakan layanan kesehatan jantung canggih di seluruh penjuru tanah air.

Menkes mengungkapkan, bahwa penyakit jantung merupakan penyebab kematian terbesar kedua di Indonesia, sehingga penanganannya harus dapat diakses secara merata hingga ke 514 Kabupaten dan Kota.

Menkes Budi Gunadi mengatakan rencana strategis tersebut saat mengunjungi Rumah Sakit Jantung Kemenkes di Surabaya. Menurutnya, fasilitas baru di Surabaya ini diharapkan menjadi katalisator perubahan, mengurangi ketergantungan pasien untuk dirujuk ke Jakarta, bahkan ke luar negeri seperti Singapura.

Target utama Pemerintah adalah memastikan bahwa tindakan medis jantung tingkat lanjut, seperti pemasangan ring (kateterisasi), penggantian katup jantung, hingga operasi bypass, dapat dilakukan di seluruh Provinsi.

"Sederhananya, layanan pasang ring itu harus bisa di 514 kabupaten dan kota. Layanan yang lebih kompetitif, seperti operasi bypass dan penggantian katup jantung yang selama ini dilakukan melalui bedah terbuka (membuka tulang dada), kini harus bisa dilakukan di 34 provinsi," kata Menkes, Senin, 17 November 2025.

Lebih lanjut, Budi Gunadi menyebutkan bahwa kemajuan teknologi, seperti bedah minimal invasif, kini dapat dilakukan di fasilitas seperti RS Kemenkes Surabaya, membuat prosedur operasi lebih cepat dan nyaman bagi pasien.

"Dengan hadirnya Rumah Sakit Jantung di Surabaya, pasien tidak perlu lagi ke luar negeri. Harapannya, mereka juga tidak perlu ke Jakarta untuk bedah jantung," tambahnya.

Pengembangan layanan ini turut didukung penuh oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Menkes mencatat, per September 2025, layanan canggih seperti terapi radio sudah mulai diakomodir oleh BPJS.
Tantangan terbesar yang sedang dirapikan adalah sistem rujukan BPJS agar pasien tidak lagi mengalami antrean panjang.

"BPJS sudah mulai membayar dengan persentase langsung, tidak lagi rujukan yang terlalu panjang dan lama," tandas Budi Gunadi.

Di tempat yang sama, dr. Martha Muliana Lumogom Siahaan, S.H., MARS, M.H.Kes, Direktur Rumah Sakit Jantung Kemenkes Surabaya, mengungkapkan bahwa sejak dibuka, rumah sakit ini terus dipadati pasien. Per 16 September 2025, sudah ada 66 pasien non-BPJS yang tertangani, dan angka ini dipastikan akan melonjak drastis setelah layanan BPJS dibuka penuh.

"Bayangkan kalau layanan ini dibuka, sudah pasti akan banyak sekali yang masuk, karena seluruh Indonesia Timur di Sulawesi, Maluku, Papua, Bali, NTT semuanya masih merujuknya ke sini," ujar dr. Martha.

Sementara menanggapi pertanyaan mengenai tantangan operasional, dr. Martha menyoroti pentingnya keselamatan pasien (patient safety) sebagai prioritas utama.

"Tantangannya adalah bagaimana kita memastikan patient safety di rumah sakit ini, bukan cuma dokter, tapi dari mulai pasien registrasi, perawat, dan tim pendukung lainnya," ungkapnya.

Untuk menjamin kualitas, rumah sakit, Pihaknya telah menerapkan Case Meeting sebelum setiap tindakan dan Case Meeting setelah tindakan, diikuti dengan follow-up ketat hingga pasien kembali beraktivitas normal.

dr. Martha menambahkan, RS Kemenkes Surabaya ditetapkan menjadi standar bagi seluruh rumah sakit pemerintah di masa depan, bahkan didorong untuk diikuti oleh rumah sakit milik pemerintah daerah dan swasta.

Keberhasilan program ini dibuktikan oleh Dwi Pujianto, salah satu pasien bedah jantung yang menjalani operasi bypass di RS Kemenkes Surabaya. Ia mengungkapkan rasa syukur karena dapat menjalani prosedur kompleks tanpa dipungut biaya.

"Saya menjalani operasi bypass pada 17 Oktober kemarin. Ditangani oleh dokter-dokter muda yang sudah berpengalaman, hasilnya berjalan dengan baik dan lancar. Sampai saat ini, saya sudah bisa pulang dan beraktivitas kembali," ujar Dwi Pujianto.

Pria berusia 67 tahun tersebut berharap, agar masyarakat tidak perlu lagi khawatir atau harus bepergian jauh ke Jakarta atau luar negeri untuk mendapatkan penanganan jantung terbaik.

"Cukup di komunikasi Surabaya, ke sini, sudah bisa ditangani. BPJS bisa seperti saya," pungkas Dwi Pujianto