Blora, MEMANGGIL.CO - Pagi itu, Senin (8/12/2025), hamparan persawahan di Dukuh Mungkung, Desa Randulawang, Kecamatan Jati, Kabupaten Blora, terlihat berbeda dari biasanya.
Embun yang belum sepenuhnya hilang menggantung di ujung-ujung daun padi, sementara tanah basah menghitam, mengeluarkan aroma khas yang hanya bisa ditemui di pagi musim tanam.
Di kejauhan, terdengar suara tawa kecil bercampur percikan lumpur yang disibak langkah para petani.
Di tengah lanskap yang hidup itu, figur berseragam loreng tampak menyatu dengan petani di sekelilingnya. Dialah Serda Sukandar, Babinsa Koramil 11/Jati Kodim 0721/Blora, yang hari itu memilih menghabiskan waktunya bukan di kantor, melainkan di sawah, ikut menanam padi bersama para warga.
Lahan milik Tugiyo, anggota Kelompok Tani Abadi, menjadi tempatnya menapakkan kaki, membaur tanpa sekat.
Sejak matahari masih sebatas garis tipis di timur, Sukandar sudah berada di sana. Tangannya cekatan menancapkan bibit padi, irama geraknya mengikuti para petani yang sudah terbiasa menghadapi lumpur dan terik, tapi hari itu, lumpur terasa lebih bersahabat.
Ada tawa. Ada obrolan ringan. Ada kehangatan yang menular.
Di sela aktivitas, Sukandar sesekali berhenti, bukan untuk beristirahat, melainkan berdialog dengan para petani. Ia menanyakan kondisi lahan, kualitas bibit, hingga keluhan mereka tentang cuaca yang makin sulit ditebak.
Tahun ini, perubahan musim membuat para petani harus lebih berhitung, lebih waspada. Namun di tengah ketidakpastian itu, ia menghadirkan kepastian kecil: dukungan.
“Yang penting tetap semangat. Musim tanam ini harus kita manfaatkan sebaik mungkin,” ujarnya, sambil tersenyum dan menepuk bahu petani di sampingnya.
Ucapannya sederhana, tetapi cukup untuk menguatkan hati mereka yang hari-harinya bergantung pada kemurahan alam. Bagi Sukandar, kehadiran Babinsa bukan sekadar mengawasi wilayah.
Pendampingan pertanian adalah bentuk nyata komitmen TNI dalam menjaga ketahanan pangan, komitmen yang hanya bisa diwujudkan dengan turun langsung, merasakan lumpur, panas, dan keluhan masyarakat.
Para petani menyambut perilakunya dengan penuh syukur. Bagi mereka, kedatangan Sukandar tidak hanya menambah tenaga, tetapi juga menambah semangat.
“Pekerjaan terasa lebih cepat kalau ramai-ramai begini,” gurau seorang petani sambil merapikan barisan bibit.
Waktu berjalan tanpa disadari. Matahari kian naik, memantulkan sinarnya pada air di antara galengan. Saat pekerjaan selesai, mereka berkumpul di pinggir sawah. Hanya dengan bekal air minum dan obrolan hangat, suasana itu terasa lengkap.
Ada rasa kebersamaan yang tak bisa dibeli, rasa yang tumbuh bersama padi yang baru saja ditanam.
Di Randulawang, hari itu bukan hanya bibit padi yang ditancapkan ke tanah. Semangat gotong royong, kedekatan antara TNI dan rakyat, dan harapan akan panen yang lebih baik turut tumbuh di sana.
Dan bagi para petani, kehadiran Serda Sukandar menjadi pengingat bahwa di tengah segala tantangan, mereka tidak berdiri sendirian.