MEMANGGIL Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mendapat kritik tajam dalam hal pengelolaan sampah di Jakarta. Heru yang hingga saat ini merangkap sebagai Kepala Sekretariat Presiden dinilai gagal dalam mengelola sampah di Jakarta selama dia merangkap jabatan sejak Oktober 2022. Ide Heru Budi yang akan membangun pulau sampah di Jakarta Utara baru-baru ini dinilai tidak memiliki alasan kuat.
Ide tersebut membuktikan Pj Gubernur Heru Budi kewalahan dan gagal mengatasi masalah sampah di Jakarta sehingga mencoba mencari pengalihan untuk menutupi kegagalan itu kata Ali Ahmudi Achyak, Direktur Eksekutif Center for Energy Security Studies (CESS), dalam keterangan tertulis, Minggu (25/8).
Baca juga: Pejalan Kaki di Blora Tertemper KA Gumarang Saat Melintasi Petak Jalan Kapuan - Cepu
Meskipun telah diambil berbagai langkah dan kebijakan untuk mengatasi masalah sampah di Jakarta, penumpukan sampah di Jakarta masih menjadi masalah serius yang belum terpecahkan. Berdasarkan data capaian kinerja pengelolaan sampah di SIPN, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), timbulan sampah di DKI Jakarta dalam dua tahun terakhir terus naik, sedangkan jumlah sampah yang tertangani semakin berkurang.
Mengutip data SIPN, sepanjang 2023 timbulan sampah di DKI Jakarta meningkat menjadi 3,14 juta ton, dari sebelumnya 3,11 juta ton pada tahun 2022. Sedangkan jumlah sampah yang dikelola turun dari 2,29 juta ton menjadi 2,27 juta ton pada tahun 2023.
Ali menambahkan, tidak heran rencana Heru Budi untuk melakukan kajian pembangunan proyek pulau sampah di Jakarta ditolak oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, pada pertengahan Agustus lalu. Ali mendukung pendapat DPRD DKI Jakarta yang meminta Heru Budi fokus dan serius mengatasi masalah sampah dengan program-program yang telah dibuat oleh Pemda DKI sebelumnya.
Sebelumnya, pada 15 Agustus 2024 lalu Komisi D DPRD DKI Jakarta menolak pengajuan anggaran kajian pembangunan pulau sampah karena pulau pengolahan sampah itu akan didirikan dengan konsep yang sama dengan pulau reklamasi. Sementara itu, kajian atas pulau reklamasi hingga kini disebut masih tidak jelas.
Ali menilai program penanganan masalah sampah di DKI Jakarta yang dijalankan oleh Pj Gubernur Heru Budi tidak sesuai dengan praktik terbaik (best practice) di kota-kota besar di dunia. Heru Budi yang masih mendorong pembangunan fasilitas pabrik pengolah sampah dengan metode Refused-Derived Fuel (RDF) di Bantargebang, Kota Bekasi, Jawa Barat dan di Rorotan, Jakarta Utara dinilai tidak tepat untuk kota sebesar Jakarta.
Baca juga: Bupati Arief Rohman Kedatangan Bule di Kantornya, Lanjut Diajak Jelajah Blora
RDF plant hanya cocok untuk kota kecil dengan volume sampah terbatas, karena RDF hanya dapat mengolah sampah 30%, sisanya menjadi residue yang harus diolah kembali, jelas Doktor Universitas Indonesia (UI) yang menulis disertasi dan publikasi tentang teknologi pengolahan sampah untuk energi (waste to energy).
Dengan volume sampah yang besar hingga sekitar 8.000 ton per hari, menurut Ali, pemprov DKI Jakarta perlu mengatasi timbulan sampah yang terus meningkat dengan teknologi insinerator atau pembakaran tuntas dan cepat seperti di kota-kota besar di dunia seperti di Jepang, Singapura, dan sejumlah negara maju lainnya.
Dengan teknologi insenerator yang sekarang semakin maju dan dikategorikan lebih ramah lingkungan, sampah habis diurai dan diolah, bahkan bisa dikonversi menjadi energi listrik, tutur Ali.
Sebelumnya Heru Budi menyebut, ide "pulau sampah" tercetus karena keterbatasan lahan untuk pengelolaan dan proses akhir sampah di daratan Jabodetabek.
Baca juga: Ketika Pengawas dan Kepala Sekolah Dikumpulkan oleh Disdik Blora, Ada Apa?
"Itu kan ide Pemda DKI untuk mencari tempat, tempat enggak bisa lagi di lahan daratan yang ada di Jakarta maupun di Jabodetabek, ya sama-sama memikirkan itu," ujar Heru di kawasan Monas, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu (17/5/2024).
Nantinya, kata Heru, wilayah aglomerasi yang terdiri dari Daerah Khusus Jakarta, Bekasi, Bogor, Tangerang, Depok, Tangerang bisa membuang sampah di pulau tersebut. Adapun untuk mengelola sampah itu nantinya dibentuk dari kumpulan sendimen-sendimen lumpur yang dikeruk dari 13 sungai yang ada di Jakarta.
Dalam beberapa bulan terakhir, tumpukan sampah yang semakin membesar terlihat di berbagai titik di Jakarta, termasuk di lokasi-lokasi strategis seperti pasar, jalan raya, dan pemukiman warga. Kondisi ini diperburuk oleh musim hujan yang telah menyebabkan banjir di beberapa wilayah, membuat sampah semakin menyebar dan mengganggu aktivitas masyarakat. (*)
Editor : Yudi Irawan