Pariwisata Surabaya Dihadapkan Tantangan, Pengelolaan Aset Dinilai Belum Optimal

Reporter : Rudi Ashari
Ketua Komisi A DPRD Surabaya Yona Bagus Widyatmoko (Doc Rudy)

Surabaya,MEMANGGIL.CO –Menjelang tutup tahun 2025, sektor pariwisata Kota Surabaya dihadapkan pada tantangan yang tidak ringan.

Berkurangnya dana transfer dari pemerintah pusat memaksa pemerintah kota untuk lebih cermat dan selektif dalam mengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Dalam kondisi tersebut, setiap aset dan destinasi wisata dituntut mampu memberikan nilai tambah, khususnya dalam mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Namun hingga akhir tahun, sejumlah destinasi wisata di Surabaya dinilai belum menunjukkan kinerja yang sebanding dengan potensi besar yang dimiliki. Padahal, Surabaya memiliki kekayaan destinasi rekreasi dan budaya yang beragam.

Sayangnya, pola pengelolaan yang masih berfokus pada aspek administratif membuat peningkatan jumlah kunjungan dan pendapatan belum berjalan optimal.

Kondisi tersebut terlihat jelas di Kebun Binatang Surabaya (KBS). Sebagai ikon wisata sekaligus aset strategis milik kota, KBS hingga kini belum memiliki direktur utama definitif.

Kekosongan posisi pimpinan ini dinilai berdampak langsung pada arah pengelolaan dan pengambilan keputusan strategis.

Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Yona Bagus Widyatmoko, menegaskan bahwa tanpa kepemimpinan yang jelas, sulit berharap KBS dapat berkembang secara maksimal dan memberi kontribusi signifikan terhadap PAD.

“Tanpa dirut definitif, pengelolaan KBS berjalan rutin saja. Padahal ini aset besar yang bisa menopang PAD, terutama di tengah berkurangnya dana dari pusat,” ujar politisi Partai Gerindra tersebut kepada MEMANGGIL.CO, Rabu (17/12/2025).

Tantangan serupa juga terlihat pada destinasi wisata baru, seperti Wisata Offroad Tahura Pakal. Meski menawarkan pengalaman wisata yang berbeda, pengelolaannya dinilai masih terjebak pada pola birokrasi yang kaku.

Kewajiban pendaftaran secara daring bagi pengunjung spontan dianggap mengurangi kenyamanan dan fleksibilitas layanan.

“Wisata itu harus ramah pengunjung. Kalau semua harus daftar online, banyak yang akhirnya mundur. Ini menunjukkan pengelolaan masih berorientasi administrasi, bukan pengalaman pasar,” jelas Yona yang akrab disapa Cak YeBe.

Selain itu, Kawasan Kota Tua yang diharapkan menjadi etalase sejarah dan budaya Surabaya juga dinilai belum dikelola secara optimal.

Masih ditemukan persoalan penataan kawasan serta aktivitas yang mengganggu kenyamanan pengunjung.

“Wisata itu soal rasa aman dan nyaman. Potensi Kota Tua besar, tapi kalau pengunjung masih merasa tidak nyaman, kunjungan pasti sulit meningkat,” tambahnya.

Cak YeBe menekankan bahwa seluruh persoalan tersebut harus dilihat dalam konteks tantangan fiskal daerah. Di tengah berkurangnya dana transfer dari pemerintah pusat, Pemerintah Kota Surabaya dituntut memastikan setiap aset daerah dikelola secara produktif dan tidak sekadar menyerap anggaran rutin.

“Dalam kondisi seperti sekarang, aset daerah harus dikelola secara profesional dan berorientasi pada hasil. Wisata harus mampu mendukung PAD, bukan justru membebani APBD,” pungkasnya.

Editor : Abdul Rohman

Peristiwa
Berita Populer
Berita Terbaru