MEMANGGIL.CO - Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Barat mengungkap pabrik pembuatan pupuk palsu non-subsidi jenis anorganik di Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat.
Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol. Jules Abraham Abast mengatakan pihaknya telah meringkus tersangka berinisial MN yang memproduksi pupuk palsu bermerek Phonska sejak Juli 2023.
"Modus operandi yang dilakukan oleh tersangka adalah memproduksi pupuk palsu yang tidak memenuhi persyaratan dan standar mutu yang ditetapkan oleh pemerintah," kata Jules di Bandung, Jumat (22/11), dilansir dari Antara.
Jules menjelaskan pengungkapan ini berawal dari penyidikan yang akhirnya menemukan pabrik pupuk palsu milik tersangka yang telah memproduksi sebanyak 1.260 ton pupuk sejak 2023.
Di lokasi tersebut, polisi mendapati tiga pekerja yang sedang memproduksi pupuk palsu. Barang bukti yang disita antara lain 40 karung pupuk palsu bermerek Phonska, lima karung bahan baku dolomite, serta alat produksi seperti mesin jahit karung, timbangan digital, dan pewarna makanan.
"Saat di lokasi atau di TKP, penyidik menemukan sekitar tiga orang pekerja yang sedang melakukan aktivitas memproduksi pupuk palsu," ujar Jules.
Pada 1 November 2024, penyidik berhasil menangkap MN di Tangerang, Banten. Berdasarkan pengakuannya, pabrik tersebut memproduksi rata-rata lima ton pupuk palsu per hari.
Tersangka juga mengaku telah menjual pupuk anorganik non-subsidi merek Phonska dengan harga Rp 40.000 per karung untuk kemasan 50 kilogram yang peredarannya di wilayah Cianjur dan sekitarnya.
Jules lebih lanjut mengungkapkan bahwa kandungan pupuk palsu ini tidak sesuai dengan standar mutu dan label yang tertera, sehingga dapat menimbulkan kerugian serta gagal panen bagi petani.
Selain itu, kemasan pupuk palsu tersebut menggunakan merek dagang NPK Gresik Phonska yang tidak memiliki izin edar dari Kementerian Pertanian.
"Setelah dilakukan pemeriksaan, kami memastikan bahwa nomor register izin edar pada karung kemasan pupuk palsu merek Phonska yang diproduksi oleh tersangka tidak terdaftar di Kementerian Pertanian," jelasnya.
Akibat perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 121 dan/atau Pasal 122 Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2019 tentang Budidaya Pertanian Berkelanjutan, dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara dan denda hingga Rp3 miliar.