MEMANGGIL.CO- Ketua Dewan DPRD Kendal, Mahfud Sodiq bersama Anggota DPRD Kendal dari Fraksi PKB, Khasanudin dan budayawan- budayawan Kendal, singgung bahayanya budaya Kreak yang sedang marak dan merajalela dikalangan remaja atau pelajar.
Hal itu disampaikan di hadapan ratusan jamaah Perguruan Pring Jagad dan warga Kendal, saat acara kajian "Ngaji Kebangsaan" di Pondok Pesantren Preng Jagad, Sukodono Kendal, Sabtu (12/10/2024) malam.
Anggot DPRD Kendal, Khasanuddin mengatakan bahwa, budaya Kreak atau Tawuran merupakan budaya negatif sekaligus brutal yang sudah ada cukup lama dan masih bertahan hingga sekarang. Hingga saat ini budaya Kreak itu sendiri sudah merambah di kalangan remaja atau pelajar.
"Kalau jaman dulu mungkin budaya Tawuran atau Kreak hanya dikalangan orang dewasa dan itupun tidak mengunakan sajam. Namun, sekarang budaya Kreak sudah merambah ke kalangan pelajar dengan mengunakan sajam," katanya.
Sanud panggilan akrabnya, menyebut, tidak sedikit dari siswa yang baru saja menduduki sekolah tingkat SMP maupun SMA ingin mencoba mengikuti kegiatan terlarang ini.
"Tentu Ini menjadi tanggung jawab kita semua, bagaimana budaya negatif ini bisa kita cegah dengan mengalihkan di kegiatan- kegiatan yang positif, seperti kegiatan saat ini dengan menggelar kajian kebangsaan atau kegiatan positif lainnya," ungkapnya.
Menurut Sanud, upaya yang bisa diakukan untuk para pelajar agar bisa terhindar dari kegiatan budaya negatif ini diantaranya yaitu, dengan mengikuti kegiatan positif yang ada di sekolah maupun di luar sekolah, bergabung dengan organisasi mendidik yang bisa menambah wawasan serta meningkatkan potensi di suatu bidang yang disukai.
"Yang terpenting adalah mendekati diri kepada Tuhan Yang Masa Esa dan juga rajin beribadah dan menjadi pribadi yang terbuka dengan orang di sekitar. Selain itu kita juga harus bisa memilah mana yang baik atau buruk, hingga memilih pergaulan yang baik, dan menjadi pelajar yang berpikir rasional dan kritis," tandasnya.
Lebih lanjut Sanud mengungkapkan, dengan kegiatan olahraga bela diri, bisa menjadi solusi bagi rejama atau pelajar, ketika mereka sedang berfikir yang penting gagah dan kegagahan itu diraih dengan preatasi di olahraga bela diri.
"Budaya Kreak ini bisa kita alihkan dengan kegiatan positif olahraga bela diri. Dengan mengikuti kegiatan positif olahraga bela diri seperti di Perguruan Pring Jagad ini tentu para pelajar akan bisa mengalihkan budaya negatif ini menjadi budaya positif," lanjutnya.
[caption id="attachment_18659" align="alignnone" width="2560"] Keterangan: Ketua DPRD Kendal, Mahfud Sodiq (jaket hijau) saat mengikuti Ngaji Kebangsaan, di Pondok Pesantren Preng Jagad, Sukodono, Kendal. (Memanggil)[/caption]
Dalam kajian "Ngaji Kebangsaan" ini, para budayawan dan seniman asal Kendal juga membahas budaya positif yakni budaya Tumpengan.
Salah seorang narsum dalam kegiatan "Ngaji Kebangsaan", Ani Faikoh, yang juga merupakan penggiat budaya jawa menyampaikan terkait budaya tumpengan.
Ani mengatakan, budaya Tumpeng adalah tradisi sajian nasi kerucut dengan lauk-pauk yang memiliki makna dan simbolisme yang dalam dalam budaya Jawa.
"Tumpeng biasanya sebagai media untuk kebersamaan di dalam masyarakat. Bentuknyapun banyak rupa, ada yang berbentuk mengerucut dan ada yang krucut terbelah. Kalau bentuk kerucut itu filosofinya keatas kepada Tuhan Yang Maha Esa dan kebawah kepada masyarakat," terangnya.
Dengan demikian, lanjut Ani, arti Tumpeng dalam kehidupan ialah harus bertaqwa kepada Tuhan dan berkomunikasi dengan masyarakat.
"Tidak mengherankan bila kegiatan di sekitar kita tidak meninggalkan budaya Tumpeng, karena Tumpeng bisa diartikan juga " metu mempeng melbu kenceng". Tumpeng, bisanya di ujung krcucut Tumpeng ditancapi satu buah lombok merah, yang artinya untuk pepadang (red- pencerahan kehidupan)," tandasnya.
Ani menjelaskan, makna Tumpeng yaitu melambangkan kesuburan, keberkahan dan keharmonisan. Tumpeng juga merupakan simbol toleransi, keikhlasan, kebesaran jiwa, dan kekaguman atas kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.
"Untuk penyajian Tumpeng biasanya disajikan dalam acara-acara adat, seperti upacara pernikahan, upacara mendirikan rumah, peresmian gedung, perkawinan, kelahiran, kematian atau dalam acara yang dianggap penting dalam kehidupan agar mendapat keberkahan dalam perjalanan hidup," ujarnya.
Ani melanjutkan, sedangkan untuk komposisi tumpeng, biasanya disajikan di atas nampan dan dikelilingi aneka sayur dan lauk-pauk, seperti sayur urap atau gudangan, telur, ikan asin, tahu, jajan pasar, tempe, ayam dan lainnya sebagainya dan itu mengandung makna atau filosofi tradisi yang mendalam.
"Biasanya Tumpeng disajikan bersama menu ayam jago dalam satu nampan atau wadah. Ayam jago dalam Tumpeng itu mengandung makna yang dalam, ayam yang hidupnya bebas dengan nafsunya di sembelih atau di potong yang artinya memotong mematikan segala hawa nafsu angkara murka," ungkapnya.
Kemudian, lanjut Ani, untuk filosofi bermacam- macam lauk dimaknai sebagai simbol pelindung dari berbagai sifat buruk, seperti sombong, arogan dan angkuh. Lauk ini juga bermakna kalau setiap manusia harus beribadah dengan khusuk.
"Kalau menu kluban atau urap itu bermakna kehidupan yang tentram, kreativitas, dan sebagainya. Tidak hanya protein hewani, nasi tumpeng juga mempunyai lauk berprotein nabati berupa urap. Lauk ini terdiri atas berbagai macam sayur. Setiap sayur mempunyai makna filosofis masing-masing," tandasnya.
Lebih lanjut Ani menjabarkan, untuk mebu Sayur Bayam bermakna sebagai kehidupan yang tentram, khususnya kehidupan rumah tangga.
"Sedangkan Tauge bermakna kreativitas dan pertumbuhan. Kangkung memiliki makna setiap orang harus beradaptasi dalam setiap situasi. Kacang panjang memiliki makna kurang lebih sama dengan telur rebus. Selain sayur-sayurnya, bumbu kacang urap pada nasi tumpeng juga punya makna, yaitu setiap manusia harus menafkahi keluarganya dengan rezeki yang baik," paparnya.
Sementara itu, panitia pelaksana kegiatan "Ngaji Kebangsaan" Slamet Priyatin, mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak- pihak terkait yang ikut mensukseskan acara tersebut.
"Saya berharap dengan adanya kegiatan ini masyarakat bisa tetap menjaga dan melestarikan budaya- budaya jawa, terutama budaya di pesantren yang meliputi terbangan, tumpengan, tahlilan dan seterusnya. Acara seperti ini perlu diadakan secara rutin dan berkesinambungan agara budaya jawa yang kita miliki tetap terjaga," katanya.
Hal senada disampaikan oleh pengasuh pondok pesantren Pring Jagad, Gus Ilyas, ia mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah mensukseskan kegiatan ini.
"Semoga kegiatan ini berdampak positif bagi kemaslahatan umat terutama generasi muda yang masih perlu banyak bimbingan agar memiliki karakteristik yang bisa diandalkan dan yang terpenting dapat menjaga dan melestarikan budaya jawa," pungkasnya.