MEMANGGIL.CO - TikTok bukan sekadar platform hiburan; bagi banyak remaja di Indonesia, aplikasi ini sudah jadi bagian dari keseharian mereka. Dengan konten-konten yang singkat dan algoritma yang tahu apa yang kita suka, TikTok bikin penggunanya betah berlama-lama.
Tapi, apakah semua ini baik-baik saja? Ternyata, data dari penelitian Mardiana dan Maryana (2024) menunjukkan bahwa 70% remaja yang sering menggunakan TikTok mengalami stres, dan 60% merasa cemas.
TikTok menarik bagi remaja karena video-videonya yang cepat dan bervariasi, sesuai dengan rentang perhatian (attention span) yang cenderung pendek. Algoritma TikTok pun canggih, menampilkan konten yang "tepat sasaran" sesuai minat pengguna.
Namun, seperti dua sisi koin, penggunaan TikTok secara berlebihan juga memberi dampak negatif, terutama bagi kesehatan mental. Remaja yang kecanduan aplikasi ini sering kali merasa tertinggal jika tidak terus-terusan membuka TikTok, suatu fenomena yang dikenal sebagai FOMO (Fear of Missing Out). Mereka merasa takut ketinggalan tren terbaru, yang menambah tekanan batin mereka.
Dalam studi yang dilakukan pada 2023 di SMK Sore Pangkalpinang, sekitar 70,2% responden yang sering bermain TikTok mengalami stres, dan 61,7% mengalami kecemasan tinggi. Kecemasan ini bukan cuma soal FOMO, tetapi juga perasaan rendah diri yang muncul saat melihat pencapaian orang lain di TikTok.
Konten yang glamor atau sempurna kadang membuat remaja merasa tidak cukup baik. Belum lagi, ada juga tren dan tantangan yang kadang berbahaya, tetapi karena ingin terlihat "keren" atau "up to date," banyak remaja yang rela mengikuti.
Algoritma TikTok yang kuat memang menambah kesenangan, tetapi juga bisa menjadi racun. Video-video yang diatur sedemikian rupa untuk terus menarik perhatian malah berisiko membuat penggunanya kecanduan.
Efeknya, remaja yang menghabiskan banyak waktu di TikTok cenderung lebih mudah stres dan cemas. Mereka merasa seolah-olah harus terus memantau tren dan konten yang sedang populer, sehingga tidak ada waktu untuk istirahat. Dalam jangka panjang, kondisi ini bisa mengganggu produktivitas dan menguras kesehatan mental.

Fenomena ini bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi di seluruh dunia. Namun, Indonesia berada dalam posisi yang cukup mengkhawatirkan mengingat popularitas TikTok di kalangan anak muda yang begitu tinggi.
Data menunjukkan bahwa pengguna TikTok di Indonesia mencapai 73,5ri total pengguna internet pada tahun 2024, dengan rata-rata waktu pemakaian hingga 38 jam 26 menit per bulan. Angka-angka ini menjelaskan betapa masifnya penggunaan TikTok di Indonesia.
Penting bagi remaja dan orang tua untuk lebih bijak dalam penggunaan TikTok. Misalnya, bisa mulai dengan menetapkan batas waktu harian atau mingguan untuk menghindari kecanduan.
Selain itu, memberikan edukasi tentang kesehatan mental dan pentingnya istirahat dari dunia maya juga menjadi langkah penting. Hal ini bisa membantu mengurangi stres dan kecemasan yang muncul akibat pemakaian TikTok berlebihan.
TikTok memang menyenangkan, tetapi jika tidak dikendalikan, dampaknya bisa serius, terutama pada kesehatan mental. Keseimbangan adalah kunci. Nikmati konten yang ada, tapi jangan biarkan diri kita tenggelam terlalu jauh di dalamnya.