MEMANGGIL.CO - Pelaksanaan Pilkada 2024 akan berlangsung besok, tepatnya pada 27 November 2024.

Menjelang hari pemungutan suara, tidak dapat dipungkiri bahwa praktik "serangan fajar" sering terjadi.

Paslon Bupati dan Wali Kota kerap membagikan uang atau bingkisan kepada masyarakat dengan harapan mereka memilih pasangan calon tersebut pada hari pencoblosan. Biasanya, uang tersebut dibagikan secara terbuka atau bahkan dilakukan pada pagi hari melalui tim pasangan calon.

Lantas, bagaimana hukum serangan fajar dalam Islam dan Undang-Undang?

Hukum Islam

Ustaz Adi Hidayat menegaskan bahwa dirinya tidak sepakat dengan kalimat ambil uangnya, namun jangan coblos orangnya.

"Saya tidak sepakat dengan itu. Tinggalkan uangnya, tinggalkan orangnya. Maka mulailah kita dengan etik yang benar," ucap Ustaz Adi Hidayat, dilansir dari YouTube Adi Hidayat Official, Selasa (26/11/2024).

Menurut Ustaz Adi Hidayat, praktik seperti ini sangat berbahaya untuk masa depan.

Ia mengutip sebuah hadits di mana sahabat Abu Bakar RA mengungkapkan bahwa Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam pernah bersabda, "Sebagaimana karakter kamu, demikianlah karakter pemimpin yang akan dikirimkan kepada kamu."

Ustaz Adi Hidayat menjelaskan, maksud dari hadits tersebut adalah ketika rakyat terbiasa menerima sogokan atau suapan, maka pemimpin yang terpilih pun akan bersikap serupa.

Hukum Undang-undang

Sementara itu, dari sisi hukum, serangan fajar adalah kegiatan yang melanggar hukum karena dapat merusak demokrasi. Terdapat beberapa pasal dalam Undang-Undang Pemilu yang mengatur sanksi bagi mereka yang memberikan uang atau imbalan tertentu kepada pemilih. Berikut adalah ketentuan hukum yang berlaku:
  • Pasal 515 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 menyatakan, "Setiap individu yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menawarkan atau memberikan uang atau materi lain kepada pemilih agar tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu, atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu, sehingga surat suaranya tidak sah, akan dihukum dengan pidana penjara maksimal 3 tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000."
  • Pasal 523 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 menyatakan, "Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pemilu yang dengan sengaja pada masa tenang menawarkan atau memberikan imbalan uang atau materi lain kepada pemilih, baik secara langsung maupun tidak langsung, akan dihukum dengan pidana penjara maksimal 4 tahun dan denda paling banyak Rp48.000.000."
  • Pasal 523 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 menyebutkan, "Setiap individu yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menawarkan atau memberikan uang atau materi lain kepada pemilih agar tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu, akan dihukum dengan pidana penjara maksimal 3 tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000."
Dengan demikian, serangan fajar tidak hanya bertentangan dengan etika dalam Islam, tetapi juga merupakan pelanggaran serius terhadap hukum yang dapat merusak proses demokrasi.