MEMANGGIL.CO - Menteri Sosial Tri Rismaharini menyelidiki adanya panti asuhan yang diduga mengais iba dari anak asuh demi mendapatkan saweran dari siaran daring di aplikasi media sosial.
Risma menyebut peninjauan lebih lanjut diutamakan agar temuan tersebut benar terjadi demikian, bukan hanya sekedar konten.
"Kami cek apa betul itu nanti kita lihat, jangan kemudian hanya konten, kita cek dulu," ujar Risma dikutip Antara, Senin, (18/09/2023).
Hal tersebut menanggapi maraknya sejumlah akun di media sosial yang mengatasnamakan yayasan panti sosial yatim piatu, dengan menampilkan profil anak-anak asuh demi mengais iba. Mereka berdalih untuk membeli keperluan makan, nutrisi, hingga kebutuhan lainnya.
Risma menjelaskan, Kementerian Sosial telah menyiapkan bantuan permakanan yang bisa diberikan kepada panti asuhan yang memerlukan bantuan pemerintah. Bantuan tersebut disalurkan dengan jatah Rp 200.000 per orang dalam satu bulan.
Menurut dia hal tersebut sudah disosialisasikan secara luas, dengan target bantuan kepada penyandang disabilitas, lanjut usia, anak yatim, dan yatim piatu. Bahkan pihaknya telah menerima berbagai permintaan dalam berbagai media, termasuk permintaan dalam surat-surat tulisan tangan oleh lanjut usia.
Aneh sekali kalau ini, misalnya dia lembaga yayasan, enggak tahu, ujar Mensos Risma.
Menteri Sosial Tri Rismaharini menegaskan niat untuk memaksimalkan penanganan terhadap penyandang disabilitas yang mengenyam pendidikan di sekolah luar biasa (SLB). Penanganan yang maksimal terhadap anak-anak penyandang disabilitas akan membuat mereka lebih berdaya, minimal dalam melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri.
Karena sebetulnya kalau kita tangani benar itu banyak yang bisa berdaya lho. Kita banyak contohnya, yang kita tangani life skill (keterampilan)-nya kemudian kita tangani (kemampuan) activity daily living (aktivitas hidup sehari-hari)-nya, papar Risma.
Mensos mencontohkan pada satu keluarga di Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara, terdapat anak usia 8 tahun yang harus merawat dan membantu empat orang dewasa penyandang disabilitas. Dengan penanganan dari Kementerian Sosial, empat orang tersebut sudah dapat beraktivitas sendiri tanpa bantuan.
Dia juga pernah menemukan permasalahan seperti SLB yang letaknya terjal di wilayah yang sebagian besar memiliki anak-anak disabilitas di suatu daerah. Sehingga para orang tua mendirikan sekolah SLB sendiri.
Untuk itulah, Mensos mengupayakan agar anak-anak penyandang disabilitas yang bersekolah di SLB dapat diajarkan kurikulum yang mendorong keterampilan seperti mengenali mesin dan perakitan, beternak, berkebun, serta kegiatan seni pertunjukan.
Lagi saya siapkan suratnya untuk ke Pak Nadiem (Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi), dan Menag (Menteri Agama) untuk koordinasi soal ini, karena pasti biayanya memang enggak murah, karena kan semua butuh spesialisasi, untuk anak-anak seperti ini, tutur Risma.
Menurut data, lanjut Risma, kurang lebih 42.000 anak usia 12-16 tahun tidak dapat mengakses pendidikan di SLB. Selain itu, anak penyandang disabilitas rentan menjadi target kejahatan seksual.
Sehingga menurut dia, ada alasan negara dapat hadir untuk menjawab keinginan anak-anak bangsa tersebut agar dapat mengembangkan kemampuan.
Karena kita ingin mengoptimalkan kemampuan mereka. Kami juga bukan sok tahu, tetapi minimal pendampingnya saja saya sekolahkan agar bisa mengerti. Bayangan saya kalau kita bisa masuk, bisa menangani life skill. Petugas kita minimal bisa membantu membayangkan ke mereka, jika tidak sekolah bukan akhir dari segalanya. Tetapi mereka bisa cari nafkah dengan cara yang lain, ucap Risma.