Blora, MEMANGGIL.CO — Rekapitulasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Kabupaten Blora per 1 Desember 2025 mengungkapkan kondisi yang memprihatinkan.
Berdasarkan data yang diterima dari Plt. Kepala BPPKAD Blora, Susi Widyorini, realisasi belanja daerah masih tertahan di angka 74,87 persen, atau baru Rp 2,160 triliun dari total anggaran Rp 2,885 triliun.
Baca juga: Ziarah Leluhur, Menyambut Hari Jadi ke-276 Kabupaten Blora
Artinya, lebih dari seperempat dana publik belum terserap hanya beberapa pekan menjelang tutup tahun anggaran.
Di sisi pendapatan, capaian tak lebih baik. Dari target Rp 2,608 triliun, pendapatan daerah yang masuk baru Rp 2,161 triliun atau 82,86 persen.
Keterlambatan ini menandakan ada persoalan serius pada tata kelola fiskal dan kinerja organisasi perangkat daerah (OPD).
SKPD Strategis Justru Tertinggal, Belanja Tidak Menyentuh 90%
Sejumlah SKPD dengan anggaran besar tercatat lamban dalam mengeksekusi programnya. Padahal, instansi tersebut mengampu layanan publik vital.
- Dinas Kesehatan mengelola anggaran Rp 343 miliar, namun realisasi baru 84,11 persen.
- BPKAD, lembaga inti pengelola keuangan, memegang anggaran Rp 487 miliar, tetapi serapan baru 84,20 persen.
- Dinas PUPR, yang menangani proyek infrastruktur, baru membelanjakan 85,77 persen dari total Rp 343,86 miliar.
Mandeknya belanja sektor kesehatan dan infrastruktur menggambarkan lemahnya eksekusi program yang seharusnya berdampak langsung pada masyarakat.
Ketimpangan Ekstrem: Ada yang 0% Pendapatan, Ada yang 100%
Data menunjukkan ketimpangan kinerja antar–OPD mencapai titik paling kontras. Beberapa instansi tampil relatif baik:
Baca juga: Wabup Sri Setyorini: Blora Harus Bersih dari Penambangan Ilegal
- Dinas Pendidikan: Pendapatan 100 persen, belanja 80,65 persen.
- Dinas Dukcapil: Pendapatan 100 persen.
Namun sejumlah unit justru mencatat anomali serius:
- Kecamatan Jati: Pendapatan 0 persen, tetapi belanja sudah 84,28 persen — kondisi yang mengundang pertanyaan soal mekanisme pelaporan pendapatan dan arus kas.
- Dinas Lingkungan Hidup: Belanja baru 74,22 persen.
- Dinas Pertanian, Peternakan, dan Perikanan: Belanja 74,28 persen.
- Dinas Perdagangan, Koperasi, dan UMKM: Belanja hanya 77 persen.
Ketimpangan tersebut mengindikasikan problem perencanaan, lemahnya disiplin pelaksanaan program, serta koordinasi fiskal yang tidak konsisten di tingkat OPD.
Ancaman Serius: Program Tak Selesai, SILPA Membengkak
Dengan kondisi per 1 Desember, risiko fiskal mulai tampak:
- Sejumlah proyek fisik terancam tidak selesai tepat waktu, terutama di sektor infrastruktur dan layanan dasar.
- SILPA diprediksi membengkak, yang menjadi indikator klasik lemahnya efektivitas penggunaan anggaran.
- Kinerja OPD dipertanyakan, terutama pada sektor yang bersentuhan langsung dengan publik: kesehatan, pembangunan, hingga layanan ekonomi.
Situasi ini memunculkan pertanyaan publik soal keseriusan Pemkab Blora dalam menjalankan APBD 2025 secara tepat waktu dan tepat sasaran.
Baca juga: Aspirasi Warga Blora Terancam Tak Terlaksana di 2026, Pemangkasan Anggaran Pusat Capai Rp376 Miliar
Pemkab Blora Diminta Bergerak Cepat
Dengan sisa waktu yang sangat terbatas menuju tutup tahun anggaran, seluruh SKPD didesak melakukan percepatan realisasi tanpa melonggarkan akuntabilitas.
Data rekapitulasi dari BPPKAD ini menjadi alarm keras bahwa perencanaan dan pelaksanaan APBD Blora masih jauh dari optimal.
Apabila percepatan tidak dilakukan segera, Pemkab Blora berpotensi menutup tahun anggaran 2025 dengan serapan rendah dan SILPA tinggi mewariskan pekerjaan rumah besar bagi tahun berikutnya.
Editor : B. Wibowo