MEMANGGIL.CO - Kasus pengembalian uang honor narasumber (narsum) DPRD Blora menjadi bukti kuat adanya tindak pidana korupsi. Artinya, bukan sebatas pengembalian uang saja dan unsur pidana langsung hilang bak ditelan bumi.
Saat ini, belum jelas apakah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah tahu atau tidaknya. Hanya saja untuk sementara waktu, baru sebatas ditangani pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
Menurut Praktisi Hukum, Sugiyarto, bahwa dugaan tindak pidana terkait uang honor narsum DPRD Blora yang ditangani Kejari Blora itu anggaran tahun 2021 dan baru dilaporkannya di tahun 2023.
"Kemudian di tahun 2022 itu tidak ada temuan BPK (Badan Pemeriksaan Keuangan). Apabila ada undang-undang BPK, masuk dalam pasal 23 itu waktunya 60 hari," terangnya mengawali sesi wawancara pada Memanggil.co, Sabtu (20/7/2024).
Apabila dalam waktu 60 hari itu tidak dikembalikan, maka secara otomatis langkah hukumnya tetap jalan.
Dalam penanganan kasus uang honor narsum DPRD Blora ini, pihak Kejari Blora cukup lama alias lemot menanganinya. Terbukti, pelaporan sejak 2023 hingga 2024 belum selesai-selesai.
Sugiyarto kemudian menyampaikan, runutan peristiwa hukum tindak pidana itu berdasarkan adanya laporan.
"Ada penyelidikan, dan ada penyidikan," ujarnya Ketua Kongres Advokat Indonesia (KAI) Kabupaten Blora ini.
Lebih lanjut, Sugiyarto menjelaskan, bahwa apabila dana tersebut dikembalikan, berarti rujukannya ke Pasal 4 terkait Undang-Undang Dugaan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
"Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapus di pidananya, kan begitu," tandasnya.
Sebatas diketahui, uang honor narsum DPRD Blora yang sudah dikembalikan saat ini nilainya mencapai miliaran rupiah. Publik menunggu Kejari Blora, berani atau tidaknya menjerat pidana wakil rakyat yang terlibat.