MEMANGGIL.CO Lasem, yang terletak di pesisir pantai utara Jawa, memiliki kekayaan alam berupa tanah subur, hutan, pegunungan, serta pantai yang memanjang. Di kawasan ini, terdapat juga Gunung Argopuro yang menambah keindahan alam Lasem.
Sejarah mencatat bahwa Lasem dulu berkembang sebagai jalur perdagangan antar-kerajaan, terutama saat menjadi bagian dari kekuasaan Majapahit.
Menurut M Akrom Unjiya dalam bukunya Lasem, Negeri Dampoawang: Sejarah yang Terlupakan, Lasem merupakan kerajaan bawahan Majapahit di masa pemerintahan Hayam Wuruk (1350-1389). Wilayahnya yang luas dan populasinya yang besar menunjukkan potensi kekuatan Lasem sebagai penopang Majapahit.
Lasem juga memiliki hubungan erat dengan armada laut Majapahit, yang diwakili oleh Rajasa Wardhana, seorang perwira militer yang mengawasi Pelabuhan Lasem. Teluk Regol dan Kairingan menjadi pusat perdagangan penting di Jawa saat itu.
Babad Lasem yang ditulis Raden Panji Kamzah pada 1858 menggambarkan kemakmuran Lasem di bawah kepemimpinan Bhre Lasem Duhitendu Dewi. Penduduk setempat meyakini bahwa Pelabuhan Regol sudah ada sebelum era Majapahit dan berkaitan dengan pendaratan Bi Nang Oen, juru mudi Laksamana Cheng Ho pada tahun 1413.
Kedatangan Bi Nang Oen di Lasem
Kisah kedatangan Laksamana Cheng Ho ke Lasem mirip dengan di Semarang, namun di Lasem lebih dikenal cerita mengenai juru mudinya, Bi Nang Oen. Menurut Handinoto dalam Lasem; Kota Tua Bernuansa Cina, rombongan Bi Nang Oen tiba di Lasem saat dipimpin oleh Adipati Wijayabadra. Bi Nang Oen begitu terkesan dengan keindahan dan keramahan masyarakat Lasem, sehingga ia meminta izin untuk menetap.
Adipati Wijayabadra memberikan sebidang tanah kepada Bi Nang Oen, yang kemudian membawa keluarganya dari Campa ke Lasem.
Menurut sejarawan Lim Tiang Kwie, Bi Nang Oen juga berperan dalam penyebaran Islam dan berbagai ilmu kepada masyarakat Lasem. Nama Desa Binangun bahkan diyakini berasal dari nama Bi Nang Oen.
Pengaruh Bi Nang Oen di Lasem
Bi Nang Oen dan keluarganya menetap di sekitar Pantai Regol. Istrinya, Na Li Ni, mengajarkan kerajinan seperti membatik, membuat emas, dan seni tari kepada penduduk lokal. Daerah tempat mereka tinggal dikenal sebagai Taman Banjarmlati, tempat Na Li Ni mengajarkan berbagai keterampilan kepada masyarakat setempat.
Selain itu, Bi Nang Oen juga membuka kawasan hutan dan menciptakan sumber air yang disebut Sendang Jalatundha. Tempat ini kemudian dikenal sebagai Desa Ketandhan, dengan Kakek Ke Tong Dhaw sebagai pendiri desa tersebut.
Warisan Dinasti Ming di Lasem
Hingga kini, peninggalan sejarah Dinasti Ming dan pengaruh Cheng Ho masih terlihat di Lasem, seperti bangunan-bangunan khas Tiongkok di Kampung Pecinan dan kelenteng-kelenteng tua di sepanjang Sungai Babagan. Pola arsitektur pertokoan di jalan utama Lasem juga masih mempertahankan gaya Tiongkok.
Tokoh masyarakat KH Zaim Ahmad menjelaskan bahwa kedatangan Bi Nang Oen membawa dampak besar, menciptakan akulturasi budaya yang memperkaya keragaman Lasem.
Meski zaman terus berganti, harmoni budaya Tiongkok, Jawa, dan Arab tetap terjaga hingga kini. Lasem tetap menjadi daerah yang penuh dengan warisan budaya dan sejarah yang memikat.
Penulis: Alweebee
Editor: Anwar