Blora, MEMANGGIL.CO - Proyek pengeboran sumur minyak di Dusun Nglamping, Desa Bogorejo, Kecamatan Bogorejo, Kabupaten Blora, terus menuai sorotan publik. Pekerjaan yang dilakukan oleh PT Banyubang Blora Energi (BBE) dan dikerjakan oleh PT SAS ini, kini terseret isu dugaan pemberian dana atensi kepada sejumlah pihak lokal.

Dugaan tersebut mencuat setelah penanggung jawab lapangan PT SAS, Muhammad Adri Five Okto, mengakui adanya pembagian dana atensi atau “ucapan terima kasih” kepada beberapa pihak yang disebutnya sebagai bentuk penghormatan terhadap pihak lokal di sekitar lokasi proyek.

“Skemanya mengikuti arahan pihak lokal. Totalnya sekitar 14 orang yang menerima, masing-masing satu jutaan,” ungkap Adri ketika dikonfirmasi.

Menurut Adri, pengeboran dilakukan di sumur BNG-7, wilayah Dusun Nglamping, sejak awal September 2025 dengan kedalaman mencapai 318 meter. Namun hasilnya tidak sesuai harapan lantaran minyak tidak keluar dari titik pengeboran.

“Tidak ada kendala keselamatan, hanya hasilnya kurang memuaskan,” jelasnya.

Adri membantah keras tuduhan adanya pemberian dana Rp10 juta kepada pihak tertentu seperti yang beredar di masyarakat. Ia menegaskan bahwa dana tersebut murni digunakan untuk keperluan operasional di lapangan.

“Dana itu untuk operasional, bukan untuk pribadi. Ada yang digunakan untuk penebangan pohon, penggantian kabel, dan kebutuhan lapangan lainnya,” ujarnya.

Namun, pengakuan adanya dana atensi justru menimbulkan reaksi beragam dari pihak yang disebut-sebut menerima.

Sekcam Jepon, Marthin Ukie Andhana, yang pihaknya sempat disebut dalam isu tersebut, membantah keras pernah menerima dana apapun dari pihak pengeboran.

“Terima kasih, tapi yang pertama saya belum pernah ditemui oleh yang namanya mas Adri, dan yang kedua saya juga tidak pernah menerima uang yang disebutkan kepada kecamatan,” tegas Marthin, Jumat (17/10/2025).

Sementara itu, Kepala Desa Bogorejo, Farid Aang Mualifi, mengakui adanya pemberian dana sosialisasi dari pihak pengeboran. Namun, dana tersebut langsung diserahkan kepada karang taruna Dusun Nglamping sebagai bentuk dukungan kegiatan lokal.

“Kalau yang lain saya nggak tahu, saya cuma dikasih anggaran sosialisasi dan langsung saya suruh kasihkan ke karang taruna,” ungkap Farid.

Ia juga menjelaskan bahwa total dana yang diterima karang taruna mencapai Rp2 juta, terbagi untuk dua kegiatan.

“Besarannya dua juta, alat masuk satu juta, alat keluar satu juta,” tambahnya.

Isu dugaan “dana atensi” ini sebelumnya sempat memanaskan suasana di Desa Tempelemahbang, Kecamatan Jepon, saat alat pengeboran PT SAS sempat tertahan selama tiga hari karena adanya pihak yang merasa dirugikan. Warga menilai, proses komunikasi dan transparansi dari pihak perusahaan masih minim, terutama terkait distribusi dana yang mengalir di sekitar proyek.

Hingga kini, belum ada klarifikasi resmi dari PT Banyubang Blora Energi (BBE) selaku pemegang kontrak utama. Sementara, pihak kepolisian dan pemerintah daerah Blora diminta turun tangan untuk memastikan tidak terjadi praktik-praktik penyalahgunaan dana dalam proyek pengeboran tersebut.

Kasus ini memperlihatkan potret rumitnya hubungan antara korporasi energi, pemerintah lokal, dan masyarakat desa. Di satu sisi, proyek ini menjanjikan potensi ekonomi baru, namun di sisi lain, bayang-bayang uang atensi kembali menimbulkan pertanyaan:

Transparan atau justru beraroma gratifikasi terselubung?