Blora, MEMANGGIL.CO – Polemik muncul setelah mencuat kabar bahwa TK Islam Muslimah, Desa Jiken, Kecamatan Jiken, Kabupaten Blora, akan menerima hibah fantastis senilai Rp600 juta pada anggaran tahun 2025. Dana besar yang dikucurkan melalui Dinas Pendidikan Kabupaten Blora itu disebut diajukan oleh Yayasan Jati Kusumo, namun di baliknya terdapat dugaan minimnya koordinasi internal bahkan ketidaktahuan salah satu pengurus inti yayasan.

Adalah Mochamad Muchklisin alias Cak Sin, Sekretaris Yayasan Jati Kusumo, yang mengaku tidak mengetahui sama sekali soal adanya proposal pengajuan dana hibah tersebut.

“Walah, saya tidak tahu-menahu tentang itu,” ujarnya saat dikonfirmasi oleh memanggil.co.

Pernyataan itu menimbulkan tanda tanya besar: bagaimana sebuah lembaga bisa mendapatkan alokasi hibah ratusan juta rupiah, sementara pengurus resminya sendiri tidak dilibatkan dalam proses administratif?

Cak Sin menuturkan, meski secara struktur dirinya masih menjabat sebagai sekretaris, namun secara fungsi ia telah dibekukan secara tidak resmi sejak lebih dari lima tahun lalu.

“Secara struktur saya memang sekretaris, tapi secara fungsi saya tidak pernah dilibatkan dalam hal apapun sudah lebih dari lima tahun,” katanya.

Bahkan, ia menyebut sempat diminta tanda tangan beberapa bulan lalu untuk berkas yayasan tanpa penjelasan rinci. Ia menolak dan meminta agar jabatannya diganti saja.

“Saya tidak pernah ikut rapat yayasan, apakah ada rapat atau tidak saya juga tidak tahu,” tegasnya.

Dugaan internal makin jelas ketika Cak Sin mengungkapkan bahwa sejak 2019, dirinya berseteru dengan Ketua Yayasan, AH, meski ia adalah salah satu pendiri awal lembaga tersebut.

“Saya dulu salah satu yang menginisiasi pembentukan yayasan itu. Tapi sejak konflik dengan Ketua Yayasan tahun 2019, saya tidak dilibatkan dalam apapun,” bebernya.

Pertanyaan Publik: Mekanisme Hibah atau Lobi Pribadi?

Kucuran dana ratusan juta untuk sebuah TK yang sedang berkonflik internal menimbulkan dugaan baru: apakah proses seleksi hibah di Dinas Pendidikan Blora dilakukan dengan verifikasi yang benar, atau sekadar berdasarkan lobi dan relasi tertentu?

Apalagi, di sisi lain, masih banyak lembaga pendidikan anak usia dini di Blora yang belum tersentuh bantuan layak. Salah satunya TK Telaga Semesta di Kecamatan Todanan, yang hingga kini belum memiliki gedung sendiri dan masih menempati rumah warga yang dimodifikasi menjadi ruang kelas sederhana.

Meski berdinding kayu dan berfasilitas terbatas, TK tersebut menampung 38 siswa aktif dengan semangat gotong royong masyarakat sekitar.

Perbandingan mencolok ini memunculkan kritik dari kalangan pemerhati pendidikan. Mereka menilai pemerintah daerah perlu membuka data hibah secara transparan, agar tidak terjadi tumpang tindih dan dugaan penyalahgunaan wewenang di balik pemberian dana publik.

Transparansi dan Akuntabilitas Dipertanyakan

Hingga kini, Dinas Pendidikan Kabupaten Blora belum memberikan pernyataan resmi terkait alasan dan dasar pemilihan TK Islam Muslimah sebagai penerima hibah senilai Rp600 juta.

Publik pun mendesak agar mekanisme penyaluran dana hibah pendidikan di Blora dievaluasi secara menyeluruh. Tujuannya jelas: agar bantuan pemerintah benar-benar menyentuh lembaga yang membutuhkan, bukan hanya lembaga yang kuat secara jaringan atau kedekatan politik.