Blora, MEMANGGIL.CO - Dentuman drumband, sorak sorai santri, dan kibaran bendera hijau-putih memenuhi udara pagi di Alun-Alun Blora, Kamis (23/10). Sejak matahari belum tinggi, ribuan santri dari Yayasan Khozinatul Ulum sudah berbaris rapi berseragam putih hijau, siap memeriahkan Pawai Hari Santri Nasional 2025.

Dari anak-anak PIAUD yang gemas dengan sarung mini sampai mahasiswa IAI Khozinatul Ulum yang tampil gagah membawa panji pesantren, semuanya larut dalam suasana penuh semangat. Jalanan utama kota pun berubah jadi lautan sorban dan senyum.

Di balik kemeriahan itu, semangat sejarah ikut bergema. Dalam apel peringatan sehari sebelumnya, K.H. Ahmad Muhammad Muharror Ali mengingatkan makna besar di balik 22 Oktober hari ketika Resolusi Jihad dikumandangkan oleh Hadratussyaikh K.H. Hasyim Asy’ari.

 “Dulu para santri nggak tinggal diam ketika bangsa terancam. Mereka turun dengan doa dan keberanian, membawa tasbih tapi hatinya baja. Itulh jihad yang sejati,” tutur Kiai Muharror dengan nada tegas yang langsung disambut tepuk tangan para santri.

Tak hanya jadi ajang nostalgia perjuangan, momen Hari Santri tahun ini juga melahirkan langkah baru: peluncuran FIKS Center (Filosof Inisiatif & Khozinatul Ulum Scholarship Center). Program ini digagas untuk membuka jalan para santri menuju dunia akademik global dari Mesir sampai Eropa.

FIKS Center bakal jadi pusat pendampingan santri berprestasi yang ingin kuliah di luar negeri. Bukan cuma bantu berkas dan bimbingan akademik, tapi juga membuka jejaring ke lembaga beasiswa besar seperti LPDP, Kemenag, PWNU Jateng, hingga mitra internasional.

Peluncurannya ditandai dengan doa bersama dan pembacaan Ummul Kitab oleh para kiai, disusul pembagian doorprize yang bikin suasana makin pecah.

 “Hari Santri ini jangan cuma seremonial. Jadikan momentum buat terus berkarya dan berkontribusi. Dari pesantren, santri harus bisa menembus dunia,” tutup Kiai Muharror dalam sambutannya.

Dan benar saja, pagi itu Blora seperti kembali hidup oleh langkah para santri. Dari semangat jihad masa lalu, lahirlah cita-cita baru: santri tak hanya jadi penjaga agama, tapi juga pembawa ilmu dan peradaban.