Sidoajo, MEMANGGIL.CO - Wacana kenaikan upah tahun 2026 kembali memantik perhatian publik. Akademisi Universitas Airlangga (Unair), Gigih Pramono, S.E., M.SE., menilai bahwa kenaikan upah yang paling realistis dan ideal berada pada batas maksimal 5 persen.

Menurutnya, angka tersebut merupakan titik tengah yang mampu menjaga daya beli pekerja tanpa menimbulkan guncangan besar bagi dunia usaha.

Dalam keterangannya kepada MEMANGGIL.CO, Selasa (25/11/2025), Gigih menjelaskan bahwa Indonesia saat ini berada pada fase kecemasan ekonomi.

Kondisi tersebut menuntut pemerintah mengambil langkah strategis agar dapat membuka lapangan kerja baru sekaligus menjaga kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang.

Namun, ia mengingatkan bahwa kenaikan upah, berapa pun persentasenya, tidak akan efektif bila tidak dibarengi upaya pemerintah menekan biaya produksi non-upah. Tanpa intervensi tersebut, beban industri justru bisa melonjak dan berdampak pada keberlanjutan usaha.

"Kenaikan upah 5 persen itu mungkin, tapi harus dibarengi perbaikan harga-harga, regulasi, dan struktur biaya usaha,” tegasnya.

Gigih memaparkan, kenaikan upah 5 persen saja berpotensi memicu kenaikan biaya produksi hingga 15 persen. Bahkan jika upah dinaikkan 10 persen, biaya produksi dapat melesat menjadi 30–40 persen.

Karena itu, ia mendorong pemerintah memperbaiki efisiensi perizinan, biaya pelabuhan, serta biaya impor untuk menjaga iklim usaha tetap stabil.

"Keputusan upah 2026 adalah titik krusial untuk menjaga keseimbangan antara daya beli pekerja dan keberlangsungan usaha. Idealnya, lima persen adalah titik tengah antara kesejahteraan buruh dan kestabilan perusahaan,” ujarnya.

Sementara itu, serikat pekerja juga memberikan pandangan terkait wacana kenaikan upah. Ketua SPN DPD Jatim, Nuryanto, S.H., menegaskan bahwa pemerintah harus berpegang pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam menetapkan UMK 2026. Menurutnya, transparansi data menjadi aspek yang tak bisa ditawar.

"Pemerintah belum memiliki data yang benar-benar menggambarkan kebutuhan hidup layak. Standar ILO saja mencakup 289 item,” kata Nuryanto.

Meski begitu, ia sepakat bahwa keseimbangan upah dapat tercapai jika pemerintah serius membenahi tiga pilar utama, upah Minimum, Struktur dan Skala Upah, serta Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK).

Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan terhadap kepatuhan perusahaan dalam melaporkan struktur dan skala upah.

"Asas keadilan upah ada di struktur dan skala upah. Tapi tanpa sanksi, pengawasan sulit berjalan,” tegasnya.

Baik akademisi maupun serikat pekerja pada akhirnya sejalan dalam satu pandangan: penetapan upah 2026 harus berbasis data yang valid dan pendekatan rasional.

Pembenahan data kebutuhan hidup layak serta penurunan biaya produksi non-upah dipandang sebagai kunci menjaga stabilitas ekonomi, khususnya di Jawa Timur.