Blora, MEMANGGIL CO – Kasus dugaan keracunan massal yang menimpa 204 siswa SMP Negeri 1 Blora membuka persoalan yang lebih dalam dari sekadar insiden kesehatan: lemahnya pengawasan mutu makanan dalam program Menu Bergizi Gratis (MBG) yang kini menjadi bagian penting layanan pendidikan di Jawa Tengah.

Puluhan siswa kembali memenuhi ruang perawatan RS DKT Blora, Rabu (26/11), tampak terbaring lemah dengan keluhan mulai dari mual, muntah, diare, hingga pusing. Sejak pagi, tenaga kesehatan bekerja tanpa henti menerima siswa baru yang datang dengan gejala serupa. Sebanyak 20 siswa harus menjalani perawatan intensif, dua di antaranya dirawat inap karena kondisi yang lebih berat.

Insiden ini bermula Selasa (25/11), ketika program MBG kembali berjalan seperti biasa. Namun malam harinya, keluhan mulai bermunculan secara massal. Wahyu Yuli, guru SMPN 1 Blora, mengaku menerima laporan bertubi-tubi dari orang tua siswa sejak pukul 19.00 WIB.

“Awalnya 198 anak, lalu bertambah enam lagi hingga total 204 siswa. Gejalanya hampir sama, dari diare sampai pusing,” jelas Wahyu.

Dengan total 955 siswa, angka tersebut mengindikasikan persoalan serius dalam rantai penyediaan dan distribusi makanan MBG. Apalagi, menurut sejumlah siswa, menu yang disajikan hari itu—ayam, wortel, dan pakcoy—diduga memiliki bau tak sedap dan tekstur berlendir.

Zoe, salah satu siswa yang masih menjalani observasi, menceritakan awal keluhan yang ia rasakan. “Rasanya ada bau-bau aneh. Terus agak berlendir,” ujarnya lemah.

Keluhan yang sama juga dirasakan hampir semua siswa yang makan dalam satu meja dengan Zoe. “Temen-temen banyak yang sakit. Keluhan sama, perut sakit terus diare,” tambahnya.

Sementara penyelidikan masih berlangsung, kasus ini menyoroti satu hal penting: standar keamanan pangan MBG belum sepenuhnya siap menghadapi distribusi massal di tingkat sekolah. Pemeriksaan sampel makanan kini tengah dilakukan Dinas Kesehatan dan aparat terkait untuk memastikan penyebab pasti.

Di sisi lain, orang tua siswa mulai mempertanyakan mekanisme pengawasan MBG, mulai dari proses memasak, penyimpanan, distribusi, hingga kualitas bahan baku. Mereka mendesak Pemkab Blora melakukan audit menyeluruh dan memastikan kejadian serupa tidak terulang.

“Ini bukan lagi soal satu sekolah. Ini soal sistem yang harus dipastikan aman,” ujar salah satu orang tua siswa.

Hingga berita ini diturunkan, pihak sekolah dan pemerintah daerah masih melakukan koordinasi intensif. Namun insiden ini menjadi alarm keras bagi pemerintah: program makan bergizi hanya akan efektif bila keamanan pangan dijamin tanpa kompromi.