Mojokerto, MEMANGGIL.CO – Di balik pemukiman warga Desa Kumitir, Kecamatan Jatirejo, Mojokerto, tersimpan jejak penting Majapahit yang kian menjadi sorotan: Situs Kumitir. Namun, di tengah gencarnya pembangunan dan perluasan lahan pertanian, para arkeolog memperingatkan bahwa salah satu situs kunci Majapahit ini berada “di garis waktu kritis”.

Situs Kumitir bukan sekadar tumpukan bata kuno. Berdasarkan penelitian arsip dan temuan di lapangan, kawasan ini disebut sebagai lokasi istana Bhre Wengker salah satu pusat kekuasaan Majapahit yang tercatat dalam Negarakertagama. Ironisnya, sebagian struktur situs kini terpecah oleh jalan desa, tertutup aktivitas warga, dan sebagian lainnya diduga belum tergali sama sekali.

Dugaan Istana Ajaib Bhre Wengker yang Terpecah Zaman

Para arkeolog menyebut situs ini sebagai bagian dari “istana ajaib” Bhre Wengker dan Bhre Daha—dua figur penting Majapahit yang turut membentuk struktur politik era Tribhuwana Tunggadewi. Temuan struktur bata besar, saluran air kuno, hingga fragmen bangunan memperkuat pendapat bahwa Kumitir merupakan bagian dari Wilwatikta, kota pusat Majapahit.

“Jika benar seluruh komplek tersingkap, kita bicara tentang sisa istana strategis Majapahit. Nilai sejarahnya tak ternilai,” ujar salah satu arkeolog dalam penelitian yang dikutip dari arsip detikTravel.

Dibangun untuk Mencegah Perpecahan Kekuasaan

Catatan sejarah menunjukkan, pembangunan istana Bhre Wengker bukan semata-mata proyek fisik, melainkan strategi politik untuk meredam potensi perebutan kekuasaan antara Tribhuwana Tunggadewi dan adiknya, Bhre Daha. Dua istana bagian timur dan barat dibangun untuk menjaga keseimbangan kekuatan keluarga kerajaan di Wilwatikta.

Posisi Kumitir sebagai istana timur menegaskan pentingnya kawasan ini dalam stabilitas pemerintahan Majapahit pada masa transisi kepemimpinan menuju Raja Hayam Wuruk.

Jejak Pendarmaan Mahesa Cempaka yang Terabaikan

Situs Kumitir juga dipercaya sebagai lokasi pendarmaan Mahesa Cempaka—tokoh penting keturunan Ken Arok dan Ken Dedes, serta leluhur Raden Wijaya. Ia memimpin wilayah di bawah kekuasaan Singasari sebelum wafat pada tahun 1268 M.

Sate Pak Rizki

Namun, jejak pendarmaan itu kini tertutup semak, tanah warga, dan sebagian sudah tidak lagi utuh. Arkeolog menyebut kondisi ini sebagai alarm keras bahwa Kumitir berpotensi musnah tanpa percepatan intervensi perawatan.

Ancaman Nyata: Alih Fungsi Lahan dan Minimnya Status Perlindungan

Pantauan di lapangan menunjukkan bahwa sebagian area situs berada di tengah aktivitas pertanian dan permukiman. Akses warga yang melewati jalur situs membuat banyak struktur bata tergerus dan beberapa bagian terpisah sepenuhnya.

Hingga kini, sebagian besar area Kumitir belum berstatus cagar budaya penuh, membuat pemulihannya tergantung pada prioritas pemerintah daerah.

“Kalau terlambat sedikit saja, tinggal cerita. Struktur bata Majapahit itu rapuh, begitu hilang tidak bisa dikembalikan,” ujar salah satu pemerhati sejarah lokal.

Pentingnya Situs Kumitir bagi Identitas Majapahit

Situs ini memegang konteks penting: bukan hanya jejak istana, tetapi juga penanda bagaimana Majapahit membangun sistem politik, strategi kekuasaan, hingga tradisi pendarmaan tokoh elitnya.

Jika pengamanan dan penelitiannya diperkuat, Kumitir berpotensi menjadi kunci rekonstruksi peta Majapahit, melengkapi Temuan Trowulan dan situs-situs sekitarnya.