MEMANGGIL.CO - Festival Citarum satu dekade digelar di Desa Cihampelas, Kecamatan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat. Kegiatan yang diinisiasi Saguling Foundation ini menyedot perhatian banyak pihak.

Betapa tidak, kegiatan festival ini menampilkan beragam kegiatan yang berkaitan dengan bahasan sampah. Antara lain, yakni menampilkan jampanan berbahan bakun dari limbah sampah.

Juga dipamerkan adanya puluhan hasil kerajinan dari limbah sampah dan tanaman eceng gondok. Selain itu, anak-anak SD juga dilibatkan untuk melukis dengan objek berlatar waduk Saguling.

Dalam kesempatan ini, Manajer Lahan dan Lingkungan PT PLN Indonesia Power Saguling POMU, Novy Heryanto menyoroti kondisi Sungai Citarum yang dari tahun ke tahun semakin memburuk.

"Kita tahu di tahun 2018 dari para  penggiat lingkungan yang berada di dunia menyampaikan bahwa sungai Citarum sungai terkotor di dunia," ungkapnya pada Memanggil.co, ditulis Minggu (13/08/2023).

Oleh sebab itu, lanjutnya, maka upaya program Citarum harum terus dikembangkan supaya bantaran sungai dan sekitarnya bisa kembali bersih seperti tahun 90-an.

Ia berharap langkah kecil yang dilakukan ini bisa memberikan arti bagi masyarakat secara luas. Yaitu, dengan membangun kepedulian masyarakat itu sendiri terhadap kondisi Sungai Citarum.

"Supaya bisa mengubah kondisi sungai Citarum yang sebelumnya buruk akan semakin baik kedepannya," katanya.

Kondisi Sungai Citarum Pengaruhi Kelistrikan di Jawa, Madura dan Bali

Novy Heryanto menyampaikan, bahwa kondisi Sungai Citarum yang selama ini buruk mempengaruhi terhadap pengoperasian PLT Saguling.

Menurutnya, peralatan mekanis dan elektris yang sudah terpasang untuk pembangkit Saguling yang diperkirakan bisa 15 sampai 20 tahun menjadi tidak bertahan lama.

"Berubahnya kualitas dari sungai Citarum usianya peralatan tersebut hanya 5 sampai 10 tahun. Peralatan tersebut sudah rusak," ujarnya.

Sehingga, lanjut Novy Heryanto, mempengaruhi kondisi kelistrikan yang ada di Jawa, Madura dan Bali.

"Karena Saguling merupakan salah satu  PLTA yang menopang sistim kelistrikan selain PLTA Cirata," katanya.

Menurut Novy Heryanto, PLTA Saguling berdiri tahun 1986. Sedangkan waduk Saguling ini sendiri sudah ada sejak tahun 1985.

Dari tahun ke tahun, pihaknya selalu melakukan pengambilan kualitas air Sungai Citarum.

"Dengan melihat kondisi sungai Citarum di tahun 2000-an sampai sekarang memang sangat memprihatikan," tandasnya.

Upaya Bening Saguling Foundation

Sementara itu, pendiri bening Saguling foundation Indra Darmawan  menambahkan, dengan satu dekade  ini terus berbuat untuk Citarum yang kembali bersih

"Kami mempunyai beberapa program, yaitu plastik  kredit yang dilakukan oleh para pelestari. Bahkan dalam satu bulan bisa mengangkat sampah hingga 50 ton," ungkapnya.

Menurut Indra, saban hari sampah yang diangkat dari Sungai Citarum hingga 2 ton. Permasalahan lain di Sungai Citarum, yakni seperti adanya eceng gondok dan sedimentasi sungai.

Atas kondisi tersebut, kemudian Bening Saguling Foundation mengadakan gebrakan program seperti sekolah berbayar dengan sampah.

"Kami di sini punya program sekolah berbayar sampah. Artinya sekolah tidak harus dengan uang, tetapi masyarakat cukup memanfaatkan sampah yang ada untuk membayar biaya sekolahnya," terangnya.

Selain itu, lanjut Indra, juga ada sekolah beasiswa yang peruntukannya bagi anak Citarum yang melestarikan lingkungan.

"Ketika pelestari tersebut melakukan pembersihan sungai, feedbacknya anak-anak mereka di sekolahkan secara gratis," katanya.

"Hari ini kita punya binaan 15 orang dari mulai tingkat SD, SMP sampai  SMS yang sekolahkan oleh bening Saguling, bekerja sama dengan PT PLN Indonesia Power," imbuh Indra memungkasi.