MEMANGGIL.CO - Kiranya perlu lebih mendalam dan berkelanjutan untuk menyoroti pendidikan bangsa di tingkat menengah terutama di tingkat dasar.
Prof Mu'ti melalui Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), memiliki tekad kuat untuk mewujudkan potret pendidikan yang unggul berdaya saing.
Tentu sebagai sivitas akademika layak bernafas lega, lalu memberi tumpuan lebih ke Prof Muti untuk mewujudkan cita-cita luhur menjadikan Indonesia sebagai negara terdidik dan bermoral.
Kenapa harus bermoral, karena kami meyakini bahwa iman dan amal soleh bagai dua sisi mata uang yang apabila salah satu tidak ada, maka sama dengan ketiadaan keduanya.
Untuk mewujudkan kepentingan ini, Pendidikan Agama Islam (PAI) kiranya perlu untuk lebih ditekankan peran dan fungsinya. Boleh berganti kurikulum, tapi usahakan PAI lebih diperhatikan, demi kepentingan bangsa yang bermoral kemudian menghasilkan output yang bernilai luhur. Kita tidak lupa-lupa ingat terkait pentingnya moral, minimal pendidikan agama. Sejatinya moral itu di atas ilmu.
Prof. Muti lahir dan besar di lingkungan agamis. Dari jenjang dasar hingga perguruan tinggi mengenyam pendidikan di instansi Islam. Sudah sepatutnya PAI di era Prof. Muti lebih diperhatikan. Minimal peran fungsi PAI dikembalikan direvitalilasi agar PAI kembali bertaji.
Fungsi Pendidikan Agama Islam menurut Abdul Majid dan Dian Andayani dalam buku Pendidikan Agama Islam meliputi; Pengembangan keimanan ketakwaan, penanaman nilai sebagai pedoman untuk kebahagiaan, penyesuaian mental, perbaikan kesalahan dan kekurangan, pencegahan dan pengajaran, kemudian penyaluran.
Usaha itu penting, karena untuk mengembalikan marwah pendidikan Islam yang ramah dan berhasil mencetak generasi intelektual, spritual, kemudian berkarakter.
Lebih khusus Prof Ramayulis menyebut Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, mengimani, bertakwa, berakhlak mulia, mengamalkan ajaran islam dari sumber al-Quran hadist, melalui kegiatan bimbingan pengajaran latihan serta penggunaan pengalaman.
Dukungan Pemerintahan Prabowo
Presiden terpilih Prabowo Subianto berkomitmen tinggi untuk memajukan sektor pendidikan. Hal itu searah dengan kebijakan memecah konsentrasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) di Kabinet Merah Putihnya, menjadi; Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Prof. Abdul Mu'ti), Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Satryo Soemantri Brodjonegoro), serta Menteri Kebudayaan (Fadli Zon).Semula, harap-harap cemas itu ada. Kurikulum merdeka era Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Tekhnologi (Kemendikbudristek) Nadiem Makarim banyak diperbincangkan dari perbagai aspeknya. Yang perlu diingat, era menteri pendidikan di periode kedua Joko Widodo itu, menghadapi badai tantangan berupa pandemi Corona Virus Disease (Covid-19). Artinya jika program Nadiem tidak maksimal tidak serta merta kurikulumnya yang musti diganti.
Tentu sama-sama tahu, berganti nahkoda berganti pula kebijakannya. Di beberapa kesempatan, pemerintahan Kabinet Merah Putih menyampaikan ittikad untuk melanjutkan program Nadiem Makarim (Kurikulum Merdeka), yang dianggap sudah baik hanya perlu penyempurnaan. Sivitas akademika memaklumi itu, kemudian menyambut dengan tangan terbuka karena perubahan adalah keniscayaan tidak bernilai tawar.
Kemudian alokasi anggaran yang cukup tinggi, kiranya cukup pertanda keseriusan pemerintah untuk memperbaiki sektor inti berbangsa bernegara yakni pendidikan. Komitmen itu tentu harus disambut baik. Arahnya sudah benar tinggal dibantu untuk mewujudkannya. Sadar bahwa pendidikan merupakan kunci peradaban bangsa, seharusnya seluruh elemen negara mau dan mampu bersinergi. Selama ini, problem sektor pendidikan memang sangat akut.
Langkah Kemendikdasmen
Kemendikdasmen mulai meramu sekurangnya untuk menyongsong keberlangsungan pendidikan lima tahun kedepan, satu generasi kedepan, atau lebih-lebih untuk selamanya.Pertama, Penguatan pendidikan karakter. Thomas Lickona (1991) menjelaskan bahwa pendidikan karakter adalah upaya sadar untuk membantu memahami, peduli, dan bertindak atas dasar etis. Poin ini memang tidak asing, pendidikan karakter berkali menjadi prioritas penguatan karena belum tersistem.
Lebih sederhananya, Anies baswedan (2011) merumuskan pendidikan karakter berupa penguatan intelektual, emosional, spiritual, serta nilai kebangsaan. Pertanyaannya apakah hal itu sudah jalan?
Kedua, Wajib belajar 13 tahun dan pemerataan kesempatan pendidikan. Hal baru yang dibawa oleh Prof Mu'ti adalah mewajibkan belajar pra sekolah. Jadi sekolah di tingkat Taman Kanak-kanak (TK), tidak lagi dipandang sebelah mata.
Usia 5 tahun sudah dipandang serius oleh pemerintah untuk mulai mengenyam pendidikan tersistem dengan kurikulum. Golden age menjadi alasan utama, karena di usia itulah karakter niat belajar anak dibentuk.
Ketiga, Peningkatan kualifikasi, Kompetensi, dan Kesejahteraan guru. Khusus kebijakan baru terkait peningkatan kualifikasi guru, Prof Mu'ti bahkan menyadari tidak ada yang bisa menggantikan peran guru sekalipun secanggih teknologi artificial intelligence (Kecerdasan buatan) ataupun Chat GPT. setidaknya ada tiga poin yang akan diberlakukan, sertfikasi, peningkatan akademik, dan kesejahteraan guru.
Keempat, Penguatan pendidikan unggul, Literasi numerasi dan Sains Teknologi. Semangat untuk menguatkan budaya teknologi untuk pendidikan yang unggul dimulai dari Intruksi Presiden (Inpres) No 6 Tahun 2001, tentang Pengembangan dan Pemberdayaan Telematika di Indonesia. Kepentingan ini memang harus diutamakan, karena bukan lagi untuk kepentingan pribadi bangsa, siapa tau SDM kita dibutuhkan dunia.
Menurut Cak Nur, pendidikan merupakan humant investment (investasi manusia). Dikatakan sebagai investasi manusia, karena hasil dari pendidikan akan terlihat dalam kurun satu generasi
Kelima, Pemenuhan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan. Menurut data statistik pendidikan 2023, Semakin tinggi jenjang pendidikan semakin baik sarana fasilitasnya. Itu artinya semakin rendah jenjang pendidikan maka semakin buruk sarana prasarananya.
Padahal jika ditakar nilai urgensinya, boleh dikata pendidikan dasar menengah sangat penting. Hal yang paling sederhana, pada tahun ajaran 2022/2023 jenjang sekolah dasar memiliki toilet paling rendah dibanding seluruh jenjang pendidikan. Setidaknya masih terdapat 18,06 persen sekolah dasar tidak memiliki toilet.
Terakhir, Pembangunan bahasa dan sastra. Hal ini juga tidak kalah penting kaitannya dengan peningkatan kualitas pendidikan. Bahasa dan sastra adalah kebutuhan primer untuk literasi, diskusi, publikasi, kemudian aksi. Jika unsur itu terpenuhi, maka generasi emas yang digaungkan oleh pemerintahan kabinet Merah Putih akan terwujud.
Nah dari keenam poin tersebut, dengan menilik background Prof Muti, harusnya Kepentingan Pendidikan Agama Islam (PAI) lebih diutamakan khususnya di jenjang pendidikan dasar dan menengah. Langkah itu sejalan dengan tagline Prof Mu'ti di Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, yakni "Indonesia Bermutu Untuk Semua". Semoga!
Penulis: Ridwan, S.Pd (Guru SDN KOTAKAN 1 Karanganyar Demak)