Surabaya, MEMANGGIL.CO – Insiden penggerebekan pesta seks sesama jenis yang melibatkan 34 orang di salah satu hotel di Surabaya menuai keprihatinan mendalam dari kalangan legislatif.

Anggota Komisi D DPRD Kota Surabaya, Dr. Zuhrotul Mar’ah, angkat bicara, ia mengungkapkan bahwa peristiwa ini menjadi momentum penting untuk penegakan aturan serta peningkatan edukasi kesehatan dan moral di masyarakat.

"Terkait temuan 34 orang dalam penggerebekan tersebut, kami sangat prihatin. Apalagi ini berkaitan dengan perilaku menyimpang, yakni hubungan laki-laki dengan laki-laki," kata Zuhrotul, Senin (21/10).

Zuhrotul menyoroti aspek kesehatan yang menjadi kekhawatiran utama. Menurutnya, perilaku seksual sesama jenis masuk dalam kategori berisiko tinggi dalam penularan Infeksi Menular Seksual (IMS), termasuk HIV/AIDS.

"Meski sosialisasi tentang HIV/AIDS sudah banyak, perilaku berisiko ini tetap saja terjadi. Fenomena ini seperti gunung es. Yang terlihat mungkin sedikit, tapi di bawahnya bisa jauh lebih banyak," ujar legislator dari Partai Amanat Nasional (PAN).

Kondisi ini, lanjutnya, sangat mengkhawatirkan karena berpotensi meningkatkan prevalensi HIV/AIDS di Surabaya.

Melihat Surabaya sebagai kota jasa yang rentan menjadi tempat berkembangnya perilaku berisiko.Oleh karena itu, Zuhrotul mendesak Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya untuk memperkuat penegakan aturan.

"Kami sangat mendukung upaya penertiban terhadap perilaku seksual menyimpang. Namun, penanganan juga harus komprehensif, menyentuh aspek kesehatan dan psikologis," tandasnya.

Ia mengingatkan bahwa banyak dari individu yang terlibat bisa jadi merupakan korban, yang terbentuk kecenderungannya akibat pengalaman masa kecil yang traumatis. Oleh karena itu, pendekatan pembinaan menjadi krusial, bukan sekadar hukuman.

Sebagai solusi jangka panjang, Zuhrotul menekankan pentingnya penguatan ketahanan keluarga sebagai benteng utama dalam membentuk karakter anak.

"Jika keluarga memberikan pendidikan dan perhatian yang baik, anak-anak bisa terhindar dari pengaruh lingkungan negatif," tambahnya.

Selain keluarga, dr.Zuhrotul Mar'ah juga mendorong maksimalisasi peran guru Bimbingan dan Konseling (BK) di lingkungan sekolah (SMP dan SMA). Guru BK dapat menjadi pihak yang memberikan pendampingan dini.

"Jika ada kecenderungan menyimpang, itu masih bisa diarahkan kembali. Jika tidak ditangani, bisa menjerumuskan mereka ke kehidupan yang membahayakan di masa depan," imbuhnya.

Dari sisi keagamaan dan norma, Zuhrotul menegaskan bahwa tidak ada agama di Indonesia yang melegalkan hubungan sesama jenis.

"Di Indonesia, dengan adat ketimuran dan nilai-nilai keagamaan yang kuat, perilaku seperti ini tentu tidak bisa dibenarkan. Tetapi, bukan berarti mereka harus dijauhi, melainkan harus didekati dan dibina," paparnya.

Secara keseluruhan, ia mengajak seluruh pihak untuk bersinergi dalam edukasi dan penanganan, guna memastikan generasi muda tumbuh dengan pemahaman yang benar.

"Intinya, kita mendukung penertiban perilaku seks bebas, terutama sesama jenis. Kita ingin anak-anak paham bahwa itu tidak dibenarkan, baik dari sisi kesehatan, agama, maupun norma sosial," pungkasnya.